22.3.08

Membuang Sampah Sembarangan

Suatu hari, sebuah mobil melintas di Jalan T. B. Simatupang menuju ke arah Arteri Cilandak. Mobil itu dikemudikan oleh seorang laki-laki yang berkendara bersama istri dan kedua anaknya yang masih duduk di sekolah dasar.

Istri laki-laki itu tiba-tiba menekan tombol jendela otomatis ke bawah dengan telunjuk kirinya. Setelah jendela mobil bagian kiri depan terbuka, perempuan itu mengulurkan tangan kirinya, yang menggenggam segumpal tisu, keluar jendela. Sesaat kemudian, gumpalan tisu itu terlepas dari genggamannya. Perempuan itu pun segera menekan tombol jendela otomatis ke atas dengan telunjuk kirinya.

Melihat hal tersebut, anak perempuan yang duduk di belakang ayahnya bertanya kepada ibunya, "Mama kok buang sampah sembarangan?"

"Di mobil 'kan gak ada tempat sampah, Dik," jawab ibunya.

"Tapi 'kan kata pak guru di sekolah, kita gak boleh buang sampah sembarangan," kakak laki-laki dari anak perempuan tadi langsung menimpali jawaban ibunya.

Ayah mereka pun sedikit melirik ke arah istrinya, seolah-olah berkata, "Mama sih, pake buang sampah keluar segala. Jadi aja ..."

Perempuan itu segera menyadari lirikan mata suaminya, seakan menjawab, "Mana Mama tau kalau akan ditanya begitu sama anak-anak?!"

Kemudian, perempuan itu segera menjawab pertanyaan anak laki-lakinya, "Kalau tisu itu kena air, nanti 'kan hilang sendiri. Jadi, gak apa-apa kalau buang tisu keluar jendela."

"Tapi 'kan sampah yang dibuang sembarangan bisa bikin orang sakit, Ma," sanggah anak laki-lakinya lagi.

Kali ini ayahnya yang menjawab, "Kalau tisunya udah hilang 'kan gak bakal bikin penyakit lagi."

Setelah jawaban ayahnya itu, kedua anak itu pun tidak bersuara lagi. Mereka tidak menemukan alasan untuk membantah argumen kedua orang tuanya.

Anak laki-laki mengepalkan tangan kanannya. Ia merasa kesal karena tidak menemukan alasan yang tepat untuk membantah pendapat kedua orang tuanya. Padahal, ia tahu kalau perbuatan mereka salah.

Hukum ... Adakah hukum yang mengatur tentang pembuangan sampah yang tidak pada tempatnya? Sebenarnya saya sendiri kurang tau tentang hal ini. Namun, dari hasil pencarian saya melalui search engine-nya Yahoo!, diperoleh tiga pasal berikut yang mungkin berhubungan dengan 'pembuangan sampah yang tidak pada tempatnya'.

Pertama, UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 6 Ayat 1: "Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup." (kabarntt.blogspot.com/2007_11_25_archive.html)

Kedua, Amandemen UUD 1945 Pasal 28H Ayat 1: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.” (http://www.blogger.com/www.walhi.or.id/kampanye/psda/070627_bln_lingk_walhi_und)

Ketiga, Sleman - Peraturan Daerah No 10 Tahun 2001 Pasal 8: "Setiap orang atau badan dilarang membuang sampah di jalan umum, tempat umum, selokan, parit, taman dan halaman orang lain. Setiap orang atau badan dilarang membakar sampah di tempat yang berjarak kurang 5 meter dari bangunan, di tempat yang dapat mengganggu kegiatan manusia atau mengakibatkan pencemaran udara.” (http://slemankab.go.id/hukum/?hal=detail_berita.php&id=453)

Kalau membaca ketiga pasal tersebut di atas, rasanya saya sendiri dapat menyimpulkan kalau kita TIDAK DIBENARKAN MEMBUANG SAMPAH DI SEMBARANG TEMPAT. Tapi ini menurut saya lho. Saya ga tau kalau menurut pendapat orang lain. :)

16.3.08

With a little help from my friend

(A song sung by The Beatles. I think the lyric is quite good enough to be thought. So, I write it down here.)

What would you think if I sang out of tune?

Would you stand up and walk out on me?
Lend me your ears and I'll sing you a song
And I'll try not to sing out of key

Ooh.. I get by with little help from my friend

Mmm.. I get high with little help from my friend
Mmm.. gonna try little help from my friend

What do I do when my love is away?

(Does it worry you to be alone?)
How do I feel by the end of the day?
(Are you sad because you're on your own?)

No, I get by with little help from my friend

Mmm.. I get high with little help from my friend
Mmm.. gonna try little help from my friend

Do you need anybody?

I need somebody to love
Could it be anybody?
I want somebody to love

Would you believe in a love at first sight?

Yes I'm certain that it happens all the time
What do you see when you turn out the light?
I can't tell you but I know it's mine

Ooh.. I get by with little help from my friend

Mmm.. I get high with little help from my friend
Mmm.. gonna try little help from my friend

13.3.08

Pramoedya Ananta Toer

I don't know why, suddenly I just want to write about one of the greatest Indonesian author, Pramoedya Ananta Toer. His life was so full of intrigues.

Born on 6th February 1925, Pramoedya faced many difficulties in his own country. He joined 'Lekra' (a left-wing writers' group). That was the moment he started to develop his socialist mind (not communist). His writings were banned in Indonesia. He wrote some stories about politic situations in Indonesia, from colonial government period to the era of Soeharto precidency. The early two presidents (Soekarno and Soeharto) disliked his political view. In the era of Soeharto precidency, Pramoedya was imprisoned without no trial of course. Here are some reasons of why he was imprisoned:
  • His support for Soekarno
  • His criticism of the pre-Suharto Army, especially it's 1959 decree stating that no Chinese merchants were allowed to conduct businesses in several rural areas
  • His articles, collected as a book under the title Hoa Kiau di Indonesia (Overseas Chinese in Indonesia). In these pamphlets, he criticized the army’s way of dealing with "the Chinese problem

From behind the bars, he wrote the sensational series called The Buru Quartet, which consists of four titles: This Earth of Mankind, Child of All Nations, Footsteps, and House of Glass. The series tells about a man from a well-known family (what is the English for 'anak bupati') in a region in Java Island (I forget the the region name) and his life in colonial government period, how he survives from many government forces, and the women among him. For many years, The Buru Quartet series are forbidden to be copied all around Indonesia for a long time. But, the series are published outside Indonesia, translated by Max Lane. A few years from now, these series can be possessed and can be read by anybody without an exception.

I wonder why this great man was disliked by his own country government, whereas his writings almost got noble prizes. Because he is a socialist? Because of his writings that can 'kill' many people, especially in Indonesia? Pramoedya has written many stories in his life. Unfortunately, some of the writings were taken from him, then were destroyed or had been lost deliberately. The former governments thought that if the Indonesian found their mistakes by reading his stories, then perhaps many of them has been in jail for a long time. Indonesia too may be more peaceful (who knows?). But this is Indonesia, a country with no rules to be implemented.

References:

http://en.wikipedia.org/wiki/Pramoedya_Ananta_Toer

http://myhero.com/myhero/hero.asp?hero=pa_toer

11.3.08

Kedewasaan, Dewasa, Karakter

Apa ya yang dimaksud dengan kedewasaan itu? Kedewasaan berasal dari kata dewasa. Menurut Islam, orang yang udah mencapai usia baligh dapat dibilang udah dewasa. Baligh ialah kondisi di mana seseorang telah mengalami perubahan biologis sehingga dirinya dapat dibilang bukan anak-anak. Pada laki-laki, perubahan ini ditandai dengan berubahnya suara jadi nge-bass dan mimpi, sedangkan pada perempuan dengan munculnya menstruasi. Menurut Islam juga, orang yang udah dewasa secara biologis ini harusnya udah bisa membedakan mana yang bener dan mana yang salah.

Kalo kedewasaan jadi apa ya? Kalo kata wikipedia versi Inggris, kedewasaan itu menunjukkan kalo seseorang bisa menanggapi keadaan atau lingkungan tertentu dengan perilaku yang sesuai. Intinya mah orang itu bisa menyikapi keadaan atau lingkungan di sekitarnya dengan baik, tau kapan waktunya buat serius dan kapan bisa ga serius, dll. Dan setelah gue search juga, ternyata di Jepang ada aja gitu Hari Kedewasaan, dijadiin hari libur resmi, setiap hari senin minggu kedua bulan Januari.

Kedewasaan seseorang biasanya ga cuma dinilai ama dirinya sendiri. Kenapa? Kalo gitu mah berarti ga objektif donk. Belum tentu orang lain menilai dia dewasa. Jadi kalo seseorang berpendapat dia udah dewasa, sedangkan orang lain bilang belum, ya berarti orang itu mungkin aja belum sedewasa yang dia kira.

Jadi, kapan seseorang bisa disebut dewasa? Saat orang itu tau apa yang harus dia perbuat waktu mengahadapi suatu hal, bukan apa yang bisa dia perbuat. Misalnya, kalo seorang remaja tiba-tiba keabisan duit, dia pasti bakal minta duit ke orang tuanya. Bedanya ialah remaja yang dewasa ga akan meminta dengan merengek-rengek ke orang tuanya. Kalo misalnya ga dikasih atau belum dikasih saat itu, dia mungkin akan berpikir kalo mungkin dia emang boros banget jadi duit jajannya abis, atau mungkin orang tuanya belum punya uang lagi untuk ngasih uang jajan, dan berbagai alasan lainnya. Kalo remaja yang belum dewasa mungkin bakal merengek-rengek ke orang tuanya, trus kalo ga dikasih bakal ngambek sampe masuk kamar dan dikunci dari dalem. Sooooo childish!

Berhubungan dengan postingan sebelumnya (Wisuda 8 Maret 2008), gara2 ada temen yang comment, jadi kepikiran. Kalo gue ngerasa lebih nyaman bergaul ama temen-temen kuliah daripada temen sekolah (dalam hal ini SMA), apa iya karena waktu nginjek masa kuliah seseorang lebih dewasa dari masa-masa sebelumnya? People change, but characters can't be changed easily. Jadi, kayanya ga cuma sekedar itu teman. Mungkin lebih ke karakter orang-orangnya yang emang udah dibangun dari jaman waktu seseorang lahir di dunia ini. Ga tau juga siy. Gue kurang ngerti masalah kaya gini. Kadang pengen juga gue mendalami ilmu yang berhubungan dengan personal orang. Belum kesampean aja.

Berhubungan juga ama postingan sebelumnya (Change another person into 'a good one'), karakter seseorang emang udah susah dirubah. Sebelum merubah orang lain, kita harus ngaca dulu dan menilai apakah diri kita udah sesuai ama standard kelakuan baik kita sendiri. Kalo belum ya jangan coba-coba buat merubah orang lain karena bakalan percuma aja. Dan sama dengan kedewasaan, karakter juga hanya bisa dinilai lewat kaca mata orang lain. So, ada untungnya juga manusia harus jadi makhluk sosial karena kalo ga gitu dia ga akan bisa nilai dirinya sendiri.

10.3.08

Three Linked Cubes


As usual, I search for unique pics using google.com. Then, I find this picture. This picture was took by Dan Graham in Munich, 1988. The short article about the picture can be read in this address: http://www.medienkunstnetz.de/works/interior-design/

9.3.08

Wisuda 8 Maret 2008

Wisuda 8 Maret 2008.. entah kenapa saya ngerasa ada sesuatu yang spesial pada wisuda kali ini. Pertanyaan pertama: Apakah karena saya menjadi salah satu wisudawan? Jawab: Mungkin. Alhamdulillah, akhirnya saya lulus juga dari kampus saya itu. Ketika orang-orang bertanya: "Lulusan mana?" atau "Dari universitas mana?" atau pertanyaan serupa lainnya; dan saya menjawab: "Universitas X, Pak/Bu,", orang-orang itu menjawab, "Ooooh.. universitas X.". Kadang jawaban mereka terkesan mencibir. Atau hanya saya yang menganggapnya demikian? Saya menangkap kesan dari sikap orang-orang jenis ini kaya mereka ngomong dalam hati, "Bisa apa lo kalo udah lulus dari universitas X?" Wajar sih. Selama ini emang banyak orang menganggap kalo lulusan dari situ cuma bisa ngomong doang dan kerja sendiri (ga biasa kerja sama orang laen) serta cenderung menganggap rendah lulusan dari universitas lain.

Tapi ga sedikit juga yang berdecak kagum. Tanggapan orang-orang yang kagum ini biasanya diikuti dengan pernyataan, "Kamu pinter dong kalo gitu." Bangga juga sih dibilang kaya gitu. Tapi bener gitu saya pinter? Apa iya saya segitu lebih pinternya dari lulusan universitas lainnya? Tau dari mana? Apa buktinya? Sampai saat ini saya masih ga bisa ngejawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Dan saya tetap ga yakin kalo kompetensi yang saya miliki melebihi lulusan universitas lain dengan jurusan yang sama. Tapi yang jelas, saya cukup bangga udah bisa lulus dari kampus saya itu. Ga sia-sia lah saya ngabisin 4,5 taun di sana. Bisa juga bikin orang tua saya bangga.

Pertanyaan kedua: Apakah karena performance MTI-ers yang okeh banged? Jawab: Mungkin banget. Entah kenapa kayanya performance MTI-ers emang paling bagus di syukuran wisuda kali ini. Ngeliat gimana panitia (kayanya sebagian besar MTI'06) begitu bekerja keras 'melayani' para wisudawan dan wisudawati dan terutama ngeliat performance seluruh MTI-ers di syukuran wisuda kemaren bikin saya terharu. Saya ga nyangka aja. Kenapa? Karena menurut saya, saya bukan siapa-siapa. Saya cuma bisa ngasih satu kebanggan buat MTI di bidang olah raga basket dan futsal yang menurut saya ga ada apa-apanya dibandingin apa yang udah saya dapet dari MTI. Tapi semua MTI-ers kaya ngasih yang terbaik saat 'melepas' saya dari TI. Mulai dari penampilan MTI'06 yang okeh, dance dari MTI'05 yang okeh banged, sampai drama musikal MTI'04 yang kocak dan agak aneh. Semuanya beneran keren abizzzzzzzz. Saya pribadi mau ngucapin terima kasih yang sebesar-besarnya buat kalian, MTI-ers.

Saya kadang-kadang ga sengaja ngebandingin antara masa-masa dan temen-temen kuliah saya dengan masa-masa dan temen-temen sekolah saya (terutama SMA). Entah kenapa, saya ngerasa lebih nyaman ketika saya menginjak masa-masa kuliah ini. Teman-teman kuliah saya ini lebih ramah, lebih enak ngobrolnya, lebih peduli satu sama lain. Bahkan, dengan teman-teman yang kurang dekat dengan saya pun saya merasa lebih nyaman dibandingkan dengan teman-teman sekolah saya yang tidak terlalu dekat. Kebetulan kehidupan saya sebelum kuliah saya habiskan di ibukota. Saya merasa teman-teman sekolah saya itu cenderung lebih individualis, ga seenak teman-teman kuliah saya ini. Kenapa ya? Apakah gara-gara pengaruh lingkungan? Ga tau juga. Waktu saya menanyakan hal ini pada salah satu teman saya, dia hanya menjawab mungkin karena sebagian besar anak-anak di Bandung ini (tempat saya kuliah) anak rantau. Tapi menurut saya ga juga. Anak-anak yang asli Bandung pun ga kalah friendly-nya sama anak-anak rantau. Apakah berarti lingkungan berdampak besar terhadap perkembangan karakter seseorang? Saya rasa jawabannya benar sekali. Segitu parahnyakah lingkungan Jakarta? Ga tau juga, ga ngerti juga. Kalo mau diteliti pasti bakal lama banget penelitiannya, secara perlu dilakukan bertaun-taun buat ngamatin pengaruh lingkungan terhadap perkembangan karakter populasi di lingkungan tersebut. Ada yang bisa menjawab hal ini?

Pertanyaan ketiga: Apakah karena proses menuju wisuda kali ini penuh warna? Jawab: Kayanya ini yang paling tepat. Secara banyak tragedi yang terjadi ama beberapa mahasiswa, baik yang udah dapet titel ST maupun yang masih berjalan menuju ke sana. Saya ga perlu nyebutin di sini. Saya hanya bisa berdoa dan berharap semoga teman-teman saya yang masih dalam perjalanan menuju kelulusannya bisa keluar dari kampus kita itu dengan kepala tegak. Biar kita semua bisa cepet2 mengamalkan ilmu yang kita dapet di dunia nyata.

Terlepas dari semua pertanyaan dan kemungkinan semua jawabannya, saya bersyukur karena pada akhirnya hingga saat ini saya bisa melalui wisuda sarjana. Alhamdulillah Ya Allah. Terima kasih karena Engkau masih memperpanjang umur saya hingga saat ini.