Saya tergolong pengguna aktif jasa armada taksi. Terlebih sejak mobil ibu saya dijual beberapa tahun yang lalu dan sejak bekerja di perusahaan tempat kerja saya sekarang. Yang paling sering saya tumpangi tentu saja Si Burung Biru. Ya, Blue Bird memang merajai pangsa pasar armada taksi di Indonesia.
Di dalam taksi saya usahakan berbincang dengan pengemudinya. Hal ini tidak akan berlaku jika saya sedang malas mengobrol, mengantuk, atau waktu saya merasa sang pengemudi sedang tidak ingin diajak mengobrol. Dari obrolan tersebut, saya mendapat kesan bahwa semakin lama pihak manajemen perusahaan semakin memperketat peraturan yang berlaku di perusahaan. Salah satu dari peraturan tersebut ialah mengenai berlakunya cut off masuk pool setelah jam kerja berakhir.
Apakah berlakunya cut off ini merupakan hal yg wajar? Saya bisa bilang : betul. Di mana pun suatu institusi pasti memberlakukan jam kerja untuk seluruh karyawannya. Yang biasanya terjadi ialah seorang karyawan bisa bekerja di luar jam kerja dengan sepengetahuan atasannya. Jika karyawan bekerja di luar jam kerja normal, beberapa institusi malah memberikan insentif tambahan pada karyawan tersebut. Bentuknya bisa bermacam-macam, mulai dari uang makan, uang lembur, uang transport, dan sebagainya.
Apakah hal ini berlaku juga di Blue Bird? Jawabannya : tidak. Dengan berlakunya sistem komisi, insentif baru diberlakukan jika pengemudi mencapai penghasilan melebihi target nominal tertentu. Jika hingga cut off jam kerja pencapaiannya di bawah target, apakah pengemudi bisa bekerja melebihi cut off? Jika pertanyaan ini ditanyakan beberapa bulan yang lalu, jawabannya masih ya. Kalau sekarang, jawabannya tentu tidak. Apalagi sejak adanya beberapa kasus kecelakaan yang mengakibatkan meninggalnya customer Blue Bird.
Kabarnya Blue Bird dituntut oleh pihak customer akibat kelalaian pengemudinya pada waktu itu.
Saat ini, pihak manajemen Blue Bird memberlakukan cut off pukul 23.00 untuk pengemudi shift pagi dan pukul 11.00 untuk pengemudi shift malam. Sejak bekerja di tempat kerja yang sekarang, saya tergolong sering pulang malam. Untungnya perusahaan berbaik hati memberikan voucher taksi Blue Bird untuk karyawannya yang pulang kerja pukul 20.00 ke atas. Jadilah saya memanfaatkan jasa Blue Bird untuk mengantar saya pulang ke rumah.
Saya lebih sering melambai taksi di jalan daripada order melalui telepon misalnya. Awalnya, saya tidak menemui kesulitan mendapatkan taksi untuk pulang ke rumah. Biasanya banyak taksi yang mangkal di pinggir jalan di depan kantor ataupun di depan gedung sebelah. Jika tidak ada taksi yang mangkal pun, masih cukup banyak taksi yang berlalu lalang di jalan di depan kantor saya tersebut. Namun, sejak diberlakukan cut off pukul 23.00, sedikit sekali pengemudi Blue Bird yang mau mengantar saya pulang ke rumah saya di Cinere.
Seringkali ketika saya baru saja menghampiri taksi, sang pengemudi langsung sigap bertanya tujuan saya. Ketika mendengar kata "Cinere", tidak sedikit yang menolak saya secara halus. Biasanya mereka beralasan mau mengarah kembali ke pool mereka yang seringnya memang berlawanan arah dengan arah rumah saya. Saya berusaha memahami para pengemudi tersebut, tetapi saya juga lebih sering langsung meninggalkan pengemudi dan taksinya setelah melihat gelagat penolakan, bahkan sebelumnya sang pengemudi mengucapkannya. Sejak saat itu juga, sebelum bertanya ke pengemudi, saya memulai dengan memperhatikan kode pool yang tertera di pintu belakang taksi. Untungnya saya sedikit hafal kode beberapa pool. Jadi, ketika saya tidak melihat taksi berkode LR, LL, TT, TL, SAK, SDK, HK, dan GDD, saya akan melanjutkan berjalan ke arah Cilandak Town Square untuk mencari/menunggu taksi Blue Bird lainnya.
Kadang, jika saya malas melambai, pada akhirnya saya akan order via telepon. Atau jika terlanjur melambai dan belum mendapatkan taksi hingga lebih dari 10 menit, saya akan menyerah dan kemudian memutuskan pulang naik angkutan umum.
Saya jadi berpikiran apakah banyak orang-orang yang bernasib seperti saya? Ditolak mentah-mentah oleh sang pengemudi taksi di saat-saat sangat membutuhkan jasanya bukan hal yang mudah diterima dengan penuh kesabaran. Ketika seseorang menganggap tidak ada armada lain yang dapat menggantikan Blue Bird, menunggu adalah sesuatu yang sangat menyiksa. Jika orang-orang tersebut sampai ke taraf hilang kesabaran, kita bisa membayangkan berapa banyak potential customer Blue Bird yang hilang begitu saja karena mereka akan beralih menggunakan armada lain yang ada.
Untuk kita para calon pengguna Blue Bird, jika kita tetap ingin menggunakan Blue Bird, ada baiknya via order saja. Bisa via telepon ataupun online order via aplikasi. Resiko yang mungkin dihadapi ialah jangka waktu yang lama sejak kita order hingga kita mendapatkan taksi yang bersedia mengantar kita ke tujuan. Para pengemudi yang mengambil order via telepon atau online juga pasti sudah siap mengambil resiko jika nantinya mereka mendapat order yang berlawanan dengan arah yang mereka inginkan.
Hanya saja ada baiknya kita selalu menyebutkan tujuan kita saat order. Jadi para pengemudi bisa juga memperkirakan waktu saat mereka mengambil order tersebut, apakah masih bisa terkejar dengan cut off jam kerja mereka atau tidak. Selain itu, kita juga sebaiknya tidak menunda-nunda jam keberangkatan kita dengan armada tersebut. Jika kita order untuk jam 9, sebaiknya kita jam 9 juga mulai jalan dari tempat asal. Jadi pengemudi pun tidak merasa dirugikan.
Selain itu, sebenarnya saya ingin mengusulkan juga. Setiap customer service Blue Bird yang memproses orderan calon pengguna hemdaknya menanyakan tujuan kepergian calon pengguna dan selalu memasukkan tujuan tersebut dalam mesin fleety. Hal ini pasti akan mempermudah pengemudi juga dalam memutuskan apakah ia akan mengambil order tersebut atau tidak.
Jika cara di atas tidak memungkinkan, hendaknya manajemen mempertimbangkan agar dalam menawarkan order ke pengemudi, pengemudi yang dipilih untuk menerima orderan ialah pengemudi yang poolnya searah dengan tujuan calon pengguna. Jadi pengemudi yang arah poolnya berlawanan tidak terjebak mengambil order yang tidak searah yang tidak sesuai dengan keinginannya.
Alternatif lain, manajemen juga dapat mempertimbangkan untuk menambah armada shift malam. Hal ini sepertinya dapat meminimalkan lost potential customer Blue Bird. Calon pengguna pun bisa dengan mudah mendapatkan taksi Blue Bird tanpa harus menunggu lama.
Anyway, ini hanya pemikiran usil saja. Kalau ada pihak manajemen atau pihak BlueBird yang membaca, semoga saja memang bisa diusulkan. Syukur-syukur bisa juga diterapkan atau mungkin malah bisa dikembangkan unuk penerapan perbaikan layanan lainnya.