26.12.08

The Essential Difference Between A Human and A Rock

Do you know the differences between human and rock? First, and perhaps this answer will come out from all of you, a human is a living thing while a rock is the opposite. Second, a rock can 'live' for decades while a human can only survive at a maximum age of 120 years or so. What other differences can you find between both of them?

A friend of mine asked me a couple years ago, "Do you know, Mit, the essential difference between a rock and a human?"

I thought for a while, then answered, "Human lives."

He laughed and then said, "Hmm.. okay, that too is the essential one. But that's not what I mean."

"So? What's your point?" I asked him.

He laughed again and asked me back, "Have you ever seen a rock when it drops? When it touches the ground, perhaps it comes up again once, or twice, or more."

"I still don't get the point," I cut his explanation.

"But at the end," he ignore my impatience, "That rock will stop and stay on the ground."

I remembered smiling at him after he said that sentence, then said, "Now I know what you mean, Pal. A human can always rise again everytime he/she fall, right?"

"Yep!" he raised his two tumbs up. "No matter what, a human will always be able to stand up still, sometimes even get higher than his/her position before."

"But still," I continued, "that will occur in a condition when he/she realizes that he/she can still survive in his/her life again after the fall."

"That's what friends are for, Pal," he said with his hand tap my shoulder.

"Hmm.. I have to thank Allah SWT many times because he has given a friend like you to me," I huddled him.

He laughed again and said, "Yeah, you should."

Inspired by a friend's true story and a friend's quote :

"Our greatest glory is not in never falling, but in always rising everytime we fall."

Thanks to Mogi Aria Kusumah and Andri Caesartama Madian.

6.12.08

Lagi-lagi Muncul Kebiasaan Menceramahi Orang Lain

Ketika jam istirahat kantor tiba, saya lebih sering makan siang di kantin kantor. Lumayan untuk berhemat karena kalau menu paketnya sedang sesuai dengan selera saya, saya bisa makan enak dan gratis. Di kantin tersebut, setiap karyawan berhak mendapatkan satu paket makan siang. Kalau para karyawan ingin makan jenis makanan yang lainnya, mereka diharuskan membayar tambahan jenis makanan tersebut.

Dalam paket makan siang tersebut selalu disajikan tahu/tempe gorang tepung dan kerupuk. Saya tidak selalu mau makan tahu/tempe goreng tepung tersebut. Selain karena tepungnya yang menurut saya terlalu berlebihan, bosan juga kalau stiap hari arus makan tahu. Saya uga tidak terlalu suka makan kerupuk. Jadi, saya biasanya meminta pramusaji untuk tidak menyajikan dua jenis makanan tersebut di piring saya.

Suatu waktu ketika akan makan di kantin kantor, saya berkata pada salah seorang pramusaji, "Mas, boleh ga pake tahu dan kerupuk, ga?"

Pertanyaan tersebut membuat salah seorang rekan kerja saya tertawa. Sambil tertawa, rekan kerja saya tersebut berkata, "Ya boleh lah, Al. Masa iya ga boleh?" *Saya dipanggil Aliya oleh rekan-rekan kerja saya, selain Eva tentunya.*

Sang pramusaji tersenyum sambil berkata, "Boleh, Mba."

Setelah itu, pramusaji tersebut menyajikan piring dengan nasi dan lauk di atasnya, tanpa tahu dan kerupuk sesuai dengan permintaan saya. "Ini, Mba."

"Terima kasih, Mas." kata saya sambil tersenyum.

Beberapa saat setelah kejadian itu, rekan kerja saya yang lainnya berkomentar, "Aliya kok ngomongnya baik banget sih?"

"Baik gimana?" saya balik bertanya. "Kalo aku sih pengen ngebiasain diri aja ngomong kaya gitu kalo mau minta tolong. Yaa.. dengan bahasa yang sopan lah, ga terlalu terkesan merintah."

"Oo.. gitu ya?" tanya rekan kerja saya lagi.

"Iya," jawab saya. "Kan sebenernya mereka bukan bawahan kita. Kalopun mereka bawahan kita pun, kita ga boleh seenaknya nyuruh-nyuruh dengan bahasa yang ga sopan."

"Iya sopan banget malah menurut aku kalimat Aliya tadi," kata rekan kerja saya.

Dalam hati saya berpikir, "Alhamdulillah kalau saya masih bisa kasih contoh yang baik untuk orang lain."

Lalu, saya kembali berkata, "Sebenernya sopan atau ga itu tinggal gimana kita bermain kata-kata aja. Sebisa mungkin pake kata-kata yang sopan, biar ga terkesan nyuruh banget."

Setelah percakapan terakhir ini, saya sedikit merenung. Benar atau tidak, ya, saya selalu berbuat seperti apa yang saya bilang? Lagi-lagi saya ceramahi orang lain, padahal belum tentu saya melakukan hal-hal yang saya ceramahi itu. Saya bersyukur masih bisa menjadi contoh untuk orang lain kalau orang lain memang melihatnya demikian. Tapi memang lebih baik lagi berusaha membenahi diri sendiri dahulu sebelum merapihkan orang lain. Betul tidak?

Ayo kita ber-3M : Mulai dari diri sendiri, Mulai dari hal yang kecil, Mulai saat ini.

29.11.08

Happy Birthday To Us? No More...

Last week (Friday, Nov 21st for exact) was my birthday. Before this year, there used to be two people in my family who celebrated the birthday. But since one of them had passed away this June, I can't even say "Happy birthday" to him personally anymore. I really really miss you, Dad. Ya Allah, please give my Dad the best place at Your side. Amin. Happy birthday to you too, Dad.. (I hate it when I can't cry for you, Dad).

8.11.08

Titip Cerita.

Teman-teman para pembaca sekalian, teman saya nitip cerita di link ini (padahal posting-annya persis sebelum posting-an ini, gaya pake di-link segala, hehehe). Dia sengaja bikin sepotong cerita yang ga selesai, pengen nyoba kreatif dengan membuat cerita secara spontan. Maksudnya spontan itu jadi setiap dia kepikiran dia bakal nulis lanjutan dari cerita itu. Kalo lagi stuck dia berhenti sambil nunggu orang lain yang baca kasih ide gimana kira-kira kelanjutannya. Nanti kalo dia pengen nulis lanjutannya, ya dia lanjutin cerita itu.

Kalo di antara teman-teman para pembaca sekalian pengen kasih ide, tulis aja di bagian comment ya. Ayo bantuin teman saya biar ceritanya cepet berlanjut. Okeh?

Cerita (1-1)

Rini menatap keluar daun jendela. Dilihatnya hujan rintik-rintik membasahi jalanan aspal yang bergelombang, serupa dengan apa yang ia pikir dirasakannya saat ini. Pikirannya sedang berada jauh dari tempatnya berada sekarang. Ali.. hanya lelaki itulah yang menjadi tema pikirannya sejak dia duduk di kursi kayu di sebuah cafe 45 menit dari sekarang. Di atas meja kecil yang ada di depannya terdapat setengah gelas jus strawberry kegemarannya.

Tepat seminggu yang lalu, duduk di hadapannya sang lelaki yang biasa disapa "Ali" itu. Lelaki yang begitu dipujanya dari ujung rambut hingga ujung jemari kakinya, dari penampilannya hingga lubuk hatinya. Ya, pada hari Minggu tepat seminggu yang lalu, tak diduga olehnya terucap kata yang sangat tak ingin didengarnya dari mulut Ali, "Aku mau kita putus!"

Namun, tak sedetik pun bulir air mata berurai dari matanya. Hanya matanya memang tampak berkaca-kaca. Kata yang terakhir terucap dari mulutnya hanya kata "terima kasih" pada pramusaji yang menyajikan minuman pesanannya. Rini memang tidak sedang menunggu siapa pun. Beberapa pasang mata milik pramusaji pun menatapnya heran. Pikir mereka mungkin aneh, tak biasanya ada pengunjung yang betah berdiam diri di cafe ini. Namun, itulah yang sedang dilakukan Rini saat ini.

Tak jauh dari gelas yang berisi jus strawberry terletak handphone miliknya yang sejak tadi berkali-kali menyala kedap-kedip tanpa suara. Hanya vibrasinya yang agak kencang membuat sentuhannya dengan meja menimbulkan bunyi yang mengganggu. Rini memang mengabaikannya, tak peduli siapa pun yang menghubunginya. Entah itu sahabat-sahabatnya seperti Ira, Sari, Nadya, Aisyah, dan Lina, ataupun ayah, ibu, dan kakak semata wayangnya. Ia tak ingin diganggu oleh siapa pun, hanya berharap dapat berjumpa lelaki yang sampai seminggu yang lalu masih dipuja-puji olehnya, untuk kemudian mencaci makinya, menampar wajahnya, menyiramnya dengan sisa jus strawberry yang dipesan olehnya.

*****

Diam-diam sejak Rini berada di cafe itu, Anda, salah seorang pramusaji, berkali-kali mencuri pandang ke arahnya. Anda pun termasuk pramusaji yang diliputi keheranan, heran melihat seorang perempuan berparas cantik tampak seperti orang yang kesepian. Ingin sekali ia menghampiri Rini, tapi tak tahu pasti apa yang akan dikatakannya ketika perempuan itu menyadari kehadirannya, jika ia memang menyadarinya. Hingga saat ini, Anda pun mengurungkan niatnya untuk menghampiri Rini.

Namun, tidak berarti Anda berpangku tangan. Sejak ia menyajikan segelas jus strawberry ke meja tempat Rini berada, beberapa kali pula ia bolak-balik menyajikan pesanan pengunjung lainnya dengan melalui meja Rini. Maksudnya ingin agar setidaknya Rini tersenyum kepadanya. Sayangnya, tak sekali pun Rini memalingkan wajahnya dari daun jendela. Perempuan itu memang tampak tak menggubris apa pun atau siapa pun yang ada di cafe itu.

Tak habis akal, Anda akhirnya dengan sengaja menghampiri meja Rini sambil membawa sepiring chocolate sensation, sepotong kue coklat dengan coklat cair di dalamnya, yang biasa dipesan oleh kebanyakan pengunjung cafe, berpura-pura mengantar pesanan yang salah. Anda pun sempat terpaku sejenak ketika sampai di depan meja Rini, berharap Rini menoleh ke arahnya. Tampaknya Rini memang hanya berniat berdiam diri.

Bersambung...

4.10.08

A Wake Up Call For Every Citizens (Not Just Indonesian I Think)

Currently, I am reading a book about a mafia organization in Italy called Cosa Nostra. It is told that the development of the mafia can't be separated from the government's influence. The Italy government was responsible in making the mafia organization get bigger. Since its appearance in 1860s, the government tried to repress its growth so that it would stop its bad activity, which was murdering and torturing people, not just the mafioso but also the people outside the organization. I don't know if that mafia is still exist now or not. But I hope its influence and culture are vanished from the country.

When I read the book, I too remembered Pramoedya Ananta Toer's "House of Glasses". The book was about a government official who often punished, even murdered, Indonesian citizens who did the wrong things without trial. The official was an Indonesian, but he joined the Holland army KNIL (if I'm not mistaken). He was willing to do everything so that he would be still in his position in the army. And in Indonesia, I think this culture is still remain not just in a small scope (i.e. "RT/RW" environment), but also in the biggest scope, the central government.

Many people who are part of government officials or legislative assembly do everything they can to hold out their positions in the institution so that they can always get the advantages, i.e. more compensation, facilities, etc. They even have a will to betray or ruin their colleagues. And I think they too don't think about all Indonesian citizens when they do the bad things. They don't care if what they do may have bad impacts to the citizens. What an ironic condition that is.

Can this culture be changed? If can, how? Some people believe that if we want to change the bad culture of a society, we have to be in the organization which takes control of the society. Why? So that we can change the culture, the rules, the bad things, the bad habits, etc. into the good ones. I know that it's hard to be in the structure because being in it means we have to be ready to give our best to fulfill the public needs. Our responsibility will get bigger than before so that we will have to give our time to do our duty.

But how if we don't like to be in the structure? I think it's okay if we want to stay out of the distance, as long as we keep remind the people inside the structure so that they will always put the citizens' importance as their first priority. How? By doing an organized demonstration or saying the reminding words out loud (via blogs, e-mail, newspapers, posters, hotline call, etc.), so that the people in the structure will always be reminded of what they have to do, their duty, their responsibility.

Hope that this little writing can wake ourselves up so that we can make our Indonesia a better place to live, a better country that will be more independent and there will be less citizens who live in poverty.

28.9.08

Kaya Gini Ya Rasanya Jadi Sebatang Kara...

Mulai hari ini, saya di rumah bener-bener sendirian. Maklum, pembantu rumah saya baru hari ini juga mudik lebaran ke kampung halamannya di CiIlacap (itu di Jawa Tengah bukan?). Harusnya saya emang berdua aja bareng ibu saya. Sayangnya, Selasa kemaren dia berangkat nengok abang saya dan istrinya. Ga tanggung-tanggung, perginya sebulan. Lumayan lama (banget!).

Jadilah mulai kemaren, waktu saya pulang ke rumah dari Cikarang, udah mulai kerasa kalo di rumah tuw ga ada siapa-siapa. Yang menyambut kepulangan saya pun cuma pembantu rumah gue itu. Tapi kan dia ga terlalu lama di rumah karena biasanya klo kerjaannya di rumah udah beres dia pulang ke rumahnya. Jadi, saya bener-bener mulai sendirian kira-kira sejak jam 10 siang. Untungnya, ada tante saya (kakaknya ibu) yang tinggal di sebelah rumah. Jadi klo saya bener-bener ngerasa kesepian, saya lari aja kesitu. Hehehehe..

Biasanya tiap lebaran, ibu saya selalu pesen kue kering buat cemilan di rumah. Waktu saya pulang kemaren, ternyata udah ada 3 buah toples kue kering bikinan tetangga saya itu, terdiri dari 2 toples kastengels dan 1 toples nastar keju (dasar emang keluarga saya maniak keju kecuali ibu, jadilah yang dipesen yang ada kejunya semua). Waktu saya buka puasa kemaren, saya buka 1 toples kastengels. Sempet heran juga awalnya, kok baru abis sebaris pertama ya? Biasanya kan pertama kali dibuka bisa langsung tinggal setengah toples isinya. Baru saya sadar klo yang makan bakal cuma saya aja. Dulu waktu lebaran setahun yang lalu, masih ada bapak dan abang saya yang ikut rebutan kastengels. Tapi, sekarang ini cuma saya aja yang "nge-dep" ("nge-dep" itu artinya kaya ngebawa suatu makanan kemana dia pergi dan diabisin sendiri) kastengelsnya. Bapak kan udah ga ada, abang saya tinggal nun jauh di sana entah kapan balik ke rumah lagi.

Hari ini, selepas pembantu saya pamit untuk berangkat mudik, saya juga ngerasa sepi banget di rumah. Makanan sih alhamdulillah udah ada. Tapi suasananya itu lho yang kadang bikin ga tahan. Biasanya kl saya mau nonton bola di tv suka ada gerutuan ga jelas dari mulut ibu saya, minta saya pindahin channel tv-nya. Tapi sekarang, walaupun saya bisa bebas nonton apa aja yang saya pengen, saya tetep ngerasa sepi karena ga ngerasa keganggu ama gerutuan ibu saya. Kangen juga ya sama hal-hal kecil kaya gitu.

Tapi ada bagusnya juga sih saya sendirian di rumah kaya sekarang. Saya jadi setengah dipaksa masak nasi sendiri, nyuci baju sendiri (alhamdulillah ada bantuan mesin cuci), nyiapin makanan sendiri, cuci piring sendiri, bersihin kamar mandi sendiri (yang ini kayanya bakal dikerjain klo ga males deh, heheh..). Pokoknya selama kurang lebih seminggu saya bener-bener bakal sendirian di rumah. Ga apa-apa, itung-itung belajar hidup sebatang kara.

Anyway, buat Muslim dan Muslimat, Selamat Idul Fitri ya. Mohon maaf atas segala kesalahan yang pernah saya perbuat. Semoga amal ibadah kita di bulan Ramadhan ini akan diterima serta mendapat berkah dan rahmat dari Allah SWT. Amin.

18.8.08

63 Tahun Indonesia Merdeka dan Kematangannya Sebagai Sebuah Negara

Kemarin, tepatnya tanggal 17 Agustus 2008, adalah tepat 63 tahun setelah Soekarno-Hatta memproklamirkan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Namun, apa benar Indonesia sudah bisa dibilang negara merdeka? Usia 63 tahun tergolong masih cukup muda untuk sebuah negara. Kenapa saya bilang begitu? Karena kalau dianalogikan dengan kehidupan seorang manusia, Indonesia layaknya seorang pemuda yang mungkin sudah cukup matang dalam hal finansial dan fisik (katanya). Tapi, seorang pemuda belum tentu matang kalau dilihat dari segi pengalaman dan mental.

Dari segi finansial, beberapa waktu yang lalu kalau saya tidak salah, telah dilaporkan bahwa tingkat kemiskinan di Indonesia berhasil dikurangi (saya lupa persentase tepatnya). Namun, pada kenyataannya tampak golongan kaya semakin kaya dan golongan miskin semakin miskin. Bahkan golongan menengah pun cenderung semakin turun standar kehidupannya.

Baru-baru ini pemerintah mencanangkan akan memenuhi permintaan Mahkamah Konstitusi mengenai pengalokasian 20% dari APBN untuk pendidikan. Pemerintah berasumsi sudah selayaknya kualitas fasilitas pendidikan dan kesejahteraan para pengajar ditingkatkan. Namun, kabarnya dana untuk pendidikan ini diperoleh dari utang, entah itu berupa Surat Utang Negara (SUN), Obligasi Ritel Indonesia (ORI), utang luar negeri, dan lain-lain apapun namanya itu.

Jadi benarkah kalau dibilang Indonesia sudah matang secara finansial? Tergantung apa yang menjadi indikator dari keberhasilan finansial di negara ini. Saya rasa indikatornya tidaj hanya sekedar penurunan tingkat kemiskinan, tetapi masih banyak yang lainnya seperti PDB, tingkat pemerataan UMR di setiap daerah (Dati I maupun Dati II), dan sebagainya.

Dari segi fisik, Indonesia Alhamdulillah diperkaya dengan berbagai macam sumber daya alam yang melimpah, entah itu yang sudah berhasil dieksplor maupun yang masih belum teridentifikasi. Tapi kayanya sebagian besar dari sumber daya alam itu justru dimanfaatkan oleh pihak asing. Sebagai bukti, bisa dihitung dari banyaknya perusahaan asing yang mengeksplor beberapa sumber daya alam Indonesia ini. Mulai dari Freeport, Total, Chevron, BHP Billiton, dan lain sebagainya. Saya memang tidak tahu seberapa banyak dari hasil eksplor ini yang diperuntukkan bagi Indonesia sendiri. Tapi saya pikir sudah seharusnya jika sebagian dari yang dihasilkan, entah berupa produk, keuntungan finansial, atapun manfaat laiinnya diperuntukkan bagi sang penghasil sumber daya alam itu sendiri.

Selain itu, beberapa kekayaan alam Indonesia juga justru dibabat habis demi kepentingan selentingan orang belaka. Contoh: kebakaran hutan yang katanya bakal digunakan buat berladang, pencurian kayu-kayu dari pohon-pohon di hutan buat diselundupkan ke luar negeri, penyelundupan pasir ke Singapura (yang ini rumor, entah sudah terbukti atau belum).

Kemudian, jumlah sumber daya manusia Indonesia memang sangat-sangat berlimpah. Namun, menyambung yang telah disebutkan sebelumnya, kayanya peningkatan kuantitas itu belum diiringi dengan peningkatan kualitas. Terlihat dari masih banyaknya anak-anak sekolah yang tidak berhasil lulus Ujian Nasional, baik di tingkat SLTP ataupun SLTA, terutama yang berada di luar Pulau Jawa.

Jadi, apakah Indonesia dapat dibilang sudah cukup matang dari segi fisik? Dari pemaparan di atas, saya kira jelas tidak bisa dibilang demikian.

Dari segi pengalaman, saya tidak bisa memutuskan. Indonesia sudah berpengalaman memiliki 6 presiden walaupun dihasilkan oleh lebih dari 6 kali pemilihan umum. Indonesia pun termasuk negara yang paling berpengaruh di kawasan ASEAN dan cukup disegani di mata internasional walaupun mungkin beberapa negara menganggap sebelah mata. Tapi, negara ini kok kaya tidak mengalami kemajuan yang berarti sejak proklamasi kemerdekaannya ya? Terlihat dari sedikitnya 2 kali mengalami penurunan nilai mata uang (zaman pemerintahan Soekarno dan krisis moneter tahun 1997), keadaan ekonomi internal yg cenderung stagnan jika tidak mau dibilang menurun, keadilan yang tidak merata di segala bidang, dan sebagainya. Dibandingkan dengan negara tetangganya, Singapura dan Malaysia, yang berusia lebih muda, Indonesia malah seperti kalah dalam segala-galanya, terutama dalam hal ekonomi. Mungkinkah akibat lebih luasnya wilayah Indonesia sehingga tantangan untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruh rakyatnya lebih sulit? Haruskah Indonesia menunggu selama kurang lebih 300 tahun agar dapat maju seperti Amerika Serikat saat ini? Hanya Allah yang tahu jawabannya karena usia saya tidak akan mencukupi selama itu.

Dari segi mental, saya rasa Indonesia jelas tidak bisa dibilang matang. Terbukti dari masih banyaknya konflik yang terkait dengan SARA, entah itu di Jakarta, Ambon, Kalimantan, Papua, dan daerah lainnya yang mungkin tidak terekspos oleh berita. Padahal, jelas-jelas sudah ada semboyan "Bhinneka Tunggal Ika", yang artinya "Berbeda-beda Tapi Tetap Satu". Sudah ada juga nilai Tenggang Rasa, Musyawarah, dan Gotong Royong. Namun, semboyan-semboyan dan nilai-nilai itu hanya sekedar kata-kata tanpa dipahami maknanya apalagi diamalkan.

Jadi, di usia yang ke-63 tahun ini, apakah sebenarnya Indonesia sudah merdeka?

10.8.08

Kisah Ayah dan Anak Menunggu Bus

Suatu ketika seorang anak laki-laki sedang menunggu bus yang mengarah ke Blok M dari halte tempatnya berdiri. Halte itu berada di Jalan Metro Pondok Indah tidak jauh dari persimpangan lampu lalu lintas antara arah Pondok Indah, Kebayoran Lama, Ciputat, dan Fatmawati. Tangan anak itu digenggam erat oleh seorang lelaki yang hampir berusia separuh baya.

Sang anak bertanya kepada orang yang menggenggam erat tangannya, "Ayah, sekarang kita mau kemana?"

Lelaki paruh baya tadi menjawab tanpa melihat ke arah anaknya, "Kita mau ke rumah nenekmu, Mas."

Mata lelaki itu terus-menerus memandang ke arah lampu lampu lalu lintas, mengamati bus-bus yang akan melalui halte tempat ia dan anaknya menunggu sejak sekitar 10 menit yang lalu. Terkadang, ia melirik ke arah anaknya. Dilihatnya apakah anak laki-lakinya itu sudah lelah berdiri atau belum.

"Ayah, kok di halte bus ini sepi, ya?" anak laki-laki itu bertanya lagi kepada ayahnya.

"Lebih banyak orang yang nunggu di deket lampu merah," anak itu berkata lagi sambil menunjukkan tangannya ke arah orang-orang yang berkerumun di dekat persimpangan lampu lalu lintas.

"Kalo nunggu di sana cepet dapetnya, Mas," lelaki itu menatap wajah anak laki-lakinya yang penuh dengan peluh keringat.

Kemudian, ia merogoh saku kiri celananya, lalu menarik keluar sehelai sapu tangan bergaris-garis hitam-biru. Ia berjongkok rendah. Sapu tangan tadi diusapkannya ke wajah anaknya.

Sang anak kembali bertanya, "Tapi kok kita nunggu di sini, Yah?"

"Dimas, yang bener itu seharusnya orang-orang itu yang harus nunggu bus di sini, bukan kita yang nunggu di sana." jawab sang ayah sambil tersenyum.

Dalam hatinya, sang ayah tertawa geli. Ia membayangkan kebingungan yang sedang berkecamuk di pikiran anaknya. Anak itu memang masih terlalu kecil untuk dapat mengerti dan memahami hal-hal yang seharusnya dilakukan.

"Berarti kita ga bakal dapet tempat duduk ya, Yah, di bus nanti?" anak itu masih saja penasaran. Wajahnya masih memancarkan kebingungan, tanda belum mengerti.

Sang ayah kembali berdiri seusai mengusap wajah anaknya, "Yaa.. itu resikonya kalo kita nunggu di sini."

"Tapi di sini kan adem," kata lelaki paruh baya itu lagi. "Dimas ga bakal kepanasan. Tuh, ketutup atep halte bus," ia menatap ke atas sembari tangannya menunjuk atap halte bus.

Si anak pun tersenyum sambil menimpali ayahnya, "Oh iya, ya, Yah. Enakan di sini ya berarti?"

"Iya," jawab ayahnya lagi. "Nanti kalo Dimas sendirian nunggu bus, tunggu di halte bus aja, ya!"

"Beres, Yah!" jawab anak itu sambil mengacungkan kedua jempol tangannya.

Tak berapa lama kemudian, bus yang bertuliskan "Blok M" di kaca bagian depan atasnya pun bergerak mendekati halte bus. Sang ayah merentangkan tangan kirinya agar pengemudi bus itu menghentikan kendaraannya.

Setelah bus berhenti, sang ayah terburu-buru menggendong anak laki-lakinya, kemudian setengah berlari ke arah pintu samping bus. Sesaat kemudian, ayah dan anak tadi sudah duduk di kursi di bagian tengah bus.

"Ayah," kata anak laki-laki tadi, "kita dapet tempat duduk juga, ya, ternyata."

Sang ayah menatap wajah anaknya sambil tersenyum, "Iya, Mas. Berarti sama saja, kan? Mau nunggu bus di deket lampu merah atau di halte?"

"Iya, Yah," jawab anaknya sambil tersenyum. "Eh, lebih untung dong, Yah. Di halte bus kan lebih adem."

Sang ayah lalu mengacak-acak rambut anaknya sambil tertawa, "Hahaha! Anak Ayah emang paling pinter sedunia."

"Anak siapa dulu, dong!" timpal anaknya lagi. "Pak Nugraha!"

Ayah dan anak itu kemudian terus berbincang-bincang mengenai hal lainnya sambil menunggu bus sampai di tempat tujuan. Tidak berapa lama, bus yang mereka naiki tiba di Terminal Blok M. Mereka pun bergegas turun untuk berganti bus ke tempat nenek anak itu.

Cerita ini hanyalah sebuah karangan belaka. Terdapat kesesuaian nama tempat dengan beberapa daerah di Jakarta, Indonesia. Jika terdapat kesesuaian nama tokoh, maka penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya karena penulis sama sekali tidak bermaksud berpandangan negatif apa pun terhadap pembaca.

21.7.08

PLN.. oooh.. PLN..

Another mistake by PLN. Saya ga tau PLN mana yang melakukannya. Beberapa bulan yang lalu (saya lupa kapan tepatnya), jalan di dekat kompleks rumah yang baru aja selesai diaspal dengan rapinya sejak kira-kira setahun yang lalu (kayanya belum sampe setahun juga deh) dilakukan penggalian. Lumayan dalem juga dan makan area jalan yang cukup panjang.

Awalnya saya dan keluarga saya bertanya-tanya, "Mau diapain lagi ya jalanan digali-gali lagi?"

Beberapa kemudian, di deket galian itu diletakkan semacam papan yang tulisannya kurang lebih kaya gini: "Mohon maaf perjalanan Anda terganggu. Ada galian PLN."

Sempet saya bertanya-tanya dalam hati, "Apa ya kira-kira yang dikerjain PLN?" Sempet kesel juga gara-gara jalanan yang belum lama ini udah bagus berkat swadaya warga sekitar udah diberantakin lagi. Sama PLN pula. Mudah-mudahan aja PLN ngasih pemberitahuan ke Pemda, camat, lurah, RW, dan RT di situ.

Tapi rasa kesel saya ternyata ga hanya sampe di situ. Penggalian yang ternyata buat naro kabel optik (kalo ga salah itu namanya) itu memakan waktu sampe lebih dari 1 bulan. Saya ga tau apa hanya saya aja yang ngerasa itu kelamaan atau ga. Tapi kondisi itu sempet ganggu pengguna jalan dan warga yang tinggal di pinggir jalanan itu. 1 bulan bukan waktu yang lama kan? Hal lain yang bikin saya kesel ialah penambalan jalan bekas galian yang dilakuin PLN itu terkesan seenaknya. Asal ketambal, beda banget dengan kondisi jalan sebelum galian itu dimulai. Sekarang jalanan di situ ga rata alias bergelombang. Saya pikir masa iya PLN ga mampu bayar kontraktor yang bagus buat perbaikin jalan???

Setelah penggalian ini selesai, rupanya penggalian ini dilanjutin lagi untuk sepanjang Jalan Cinere Raya, jalan raya gede yang biasa dilewatin orang banyak (kalo mau ke Masjid Kubah Mas kayanya pasti lewat jalan ini deh). Emang sih ga langsung sepanjang jalan yang digali, tapi penggaliannya dipenggal-penggal secara bergantian di sepanjang jalan itu. Biasanya jalan raya ini di area ada yang cuma bisa memuat 2 jalur mobil untuk 2 arah yang berlawanan (artinya cuma 1 lajur untuk 1 arah mobil). Dengan adanya penggalian ini, berarti jalanan di beberapa area jalan yang bisa dipake tinggal 1 jalur. Kebayang kan macetnya kaya apa di Cinere Raya sekarang. Kalau penggalian di sepanjang jalan ini dipenggal jadi 3 area dan setiap penggalian di suatu area memakan waktu minimal 1 bulan, berarti jalanan ini bakal mengalami kemacetan yang luar biasa selama 3 bulan. Ga usah digali aja Cinere Raya udah macet, apalagi ada penggalian!

Kabarnya sih penggalian ini juga bakal dilakuin sampe Ciputat. Ga tau juga sih apa udah dilakuin atau belum. Saya sih udah males ngebayangin macetnya Ciputat ntar. Ditambah lagi ngebayangin gimana serabutannya angkutan umum di Ciputat, apalagi yang deket-deket terminal bus Lebak Bulus kalo di situ juga bakal ada penggalian.

Saya sempet baca di koran (saya lupa koran apa dan edisi kapan) mengenai penggalian PLN yang sangat mengganggu ini. Pernah ada yang berusaha meminta konfirmasi ke PLN Depok karena mengira penggalian ini kerjaan PLN Depok. Setelah dicek oleh petugas PLN Depok, ternyata penggalian ini bukan mereka yang bikin. Mereka bilang kayanya PLN Cinere. Di artikel itu juga disebutin kalo banyak warga yang punya usaha di pinggir jalan yang terkena penggalian protes gara-gara pendapatan mereka menurun. Kalo dipikir-pikir pantes aja turun. Males juga kali orang-orang pada ke sana gara-gara ada galian di depannya.

Saya ga tau apakah postingan ini bakal dibaca sama orang PLN apa ga. Tapi kalo ada di antara kalian, para pembaca, yang merupakan pegawai PLN atau punya kenalan di PLN (keluarga, temen, relasi, atau siapa pun), tolong dong ditindaklanjuti. Mau sampai kapan penggalian ini berlangsung? Tolong sampein juga kalo mau nambal bekas galian, tambalannya yang bagus yang mulus. Jangan sampe ga rata atau bergelombang gitu. Kasian yang punya mobil/motor kalo lewat situ. Tolong ya ladies & gentlemen...

11.7.08

Electricity Shutdowns by PLN

Right now, or for about 15 days (11th-25th July 2008), the national electricity company (PLN: Perusahaan Listrik Negara) is conducting intermittent power shutdowns in Jakarta, Indonesia. It is done because of lack of gas supplies to Tanjung Priok and Muara Karang plants. PLN said that the company would try to conduct maintenance while the shutdowns is conducted. As the result, many companies including hotels, factories, malls, etch. have to have their generators be ready to work. Besides, they have to make sure that their customers wouldn't have make complaints due to they dissatisfaction. For your information, the shutdowns were already happened in another region in Indonesia, not only in Jakarta.

These shutdowns, of course, are protested by the companies above. They feel that the shutdowns would give an impact to their productivity. Even though they can use the generators as subtitutes, the devices can only provide electricity at most 80% of maximum capacity. How can a garment factory, for example, produce its customer's demands?

The shutdowns also will be concerns for the investors or the investor candidates. If the shutdowns are happened frequently, positively they will go to invest their capital in another country which can give them more profits. If this thing happens, this country will fall down to its lower point. A bit extreme, but can possibly be happened.

I wonder if the government has ever thought about the impacts of the shutdowns for a long term. Aren't there another options instead of conducting the shutdowns? I don't know if I can't blame the government, but it's like the shutdowns are caused by the government's lack to provide another resources besides gases and oil (Is oil used as fuel for the electricity plants? I really don't know) like solar, wind, water, even nuclear energy.

PLN said that the company had a lost instead of making profits. The company too had decided to change the electricity tariff policy. The objectives are to minimize the electricity usage by the society and to minimize its operational cost. Till now, I've never heard that the new policy had brought good impacts to PLN's performance in general.

When I studied in university, my friends and I worked on homeworks related to innovators who bring their new ideas to develop their community. My group presented Tri Mumpuni as our idol. With her husband, she created a device to provide electricity in their communities using micro-hydropower plant. Here is a link to the story: http://www.ashoka.org/node/3870

Instead of blaming our government, especially PLN, on this matter, we have to help the government and PLN to minimize the electricity usage. If we don't use any electric devices, we have to turn it off. If necessary, we can unplug the cable connected to the electricity. It too gives an advantage to prevent global warming.

"To improve our lives, we have to do small things together, so that the things will give positive big impacts to our lives."

27.6.08

Dia Yang Telah Pergi (4)

Dia yang telah pergi ternyata telah mendedikasikan seluruh hidupnya untuk kepentingan banyak orang. Kalo saya simak semua cerita yang dilontarkan oleh setiap kenalan alm. bapak, baik itu keluarga, teman-temannya, maupun rekan-rekan kerjanya, banyak banget yang udah alm. bapak lakuin untuk mereka semua. Orang-orang itu semua punya kesan yang positif.
  • Bapak orangnya mau 'turun tangan' sampai tingkatan yang terbawah;
  • Bapak senang-senang aja mengobrol dengan orang yang mungkin lebih rendah tingkat sosialnya;
  • Bapak ialah orang yang tidak pernah mengeluhkan suatu apa pun mengenai dirinya di hadapan orang lain, bahkan istri dan anak-anaknya;
  • Bapak ialah orang yang ga mau menyusahkan orang lain, bahkan sampai akhir hayatnya;
  • Bapak itu sangat perhatian terhadap semua keluarganya atau semua yang pernah menjadi bagian dari keluarganya, bahkan yang sedang berselisih hebat sekalipun;
  • Bapak itu temen diskusi yang menyenangkan;
  • Bapak itu orang yang sistematis;
  • Bapak bisa diandalkan untuk menyelesaikan masalah yang kadang dianggap orang lain udah ga bisa diselesaikan;
  • dan beberapa hal-hal positif lainnya.
Sayang, beberapa kebiasaan buruknya bikin dia sampai pada titik terakhir kehidupannya di dunia: makan ga teratur, jarang olah raga, rokok, rokok, dan rokok.

Terlepas dari hal-hal negatif ini, alm. bapak insya Allah udah ditempatin di tempat yang terbaik oleh Allah SWT. Semoga Allah memberikan rahmat yang sebesar-besarnya kepada alm. bapak dan mengampuni segala dosa-dosa bapak. Amin .....

Dia Yang Telah Pergi (3)

Jum'at, 20 Juni 2008, di Rumah Cinere

Sekitar jam 8.00 ibu terima telepon dari bapak. Kira-kira gini obrolannya mulai dari alm. bapak minta tolong bukain pager rumah (Mba Suti, pembantu rumah saya lagi ke pasar, di rumah hanya ibu sendiri) sampai waktu alm. bapak udah di dalam rumah:

"Bu, tolong bukain pager dong. Bapak di depan nih."
"Lho?! Kok udah pulang lagi?"
"Iya, Bu. Kepala Bapak pusing banget. Apa udah harus ganti kaca mata ya?"
"Ga mau ke dokter, Pak?"
"Ga usah, Bu. Bapak istirahat aja di rumah."

Sekitar jam 10.00 ibu pamit ke alm. bapak mau pergi dengan Tante Mien (kakaknya ibu yang tinggal di sebelah rumah). Bapak mengiyakan. Ga berapa lama, ibu balik pulang lagi ketinggalan tisu. Ibu emang menegur bapak, tapi mereka berdua ga saling liat. Bapak lagi main game di laptop sambil nonton televisi saluran olah raga.

Siang-siang setelah menyiapkan makan siang buat alm. bapak, Mba Suti pamit pulang. Bapak membolehkan. Kemudian, alm. bapak makan siang. Sekitar jam 13.00, alm. bapak masih sempet sms dengan rekan kerjanya di UMJ dan mahasiswa anak bimbingnya.

Antara jam 14.00 - 14.30, Mba Ani (pembantu di rumah Tante Mien - kebetulan ada pintu penghubung antara rumah saya dan rumah Tante Mien) denger bapak teriak-teriak manggil. Mba Ani lari-lari ke rumah saya sambil cari-cari alm. bapak. Akhirnya Mba Ani ngeliat bapak ada di dalam kamar tidurnya, sedang senderan ke tembok. Tangan kiri alm. bapak udah lemes. Tangan kanannya megang dada sebelah kiri. AC menyala dengan suhu paling minimum (20*C) dan jendela kebuka. Dari sekujur tubuhnya keluar keringat dingin.

"Ani, tolong ke tetangga depan minta tolong antar saya ke dokter. Kepala saya pusing sekali Ani."
Mba Ani sambil panik, "Iya, Pak. Bapak sabar ya, saya ke depan dulu."

Mba Ani lari ke arah pintu depan rumah. Dia sempet kelamaan cari-cari kunci pintunya karena ga tau ditaro di mana sama Mba Suti. Setelah bisa membuka pintu, dia lari ke tetangga saya minta tolong.

Tetangga saya akhirnya masuk ke dalam rumah sampai ke kamar tidur. Dia dan Mba Ani liat alm. bapak udah menutup mata, tangannya terkulai dua-duanya. Tapi waktu tetangga saya cari denyut nadinya, masih ada detakan lemah. Mba Ani langsung nuntun ke bapak untuk mengucapkan istighfar dan takbir. Mulut alm. bapak masih berusaha untuk mengucapkan istighfar dan takbir, tapi udah kaya kesusahan mengucapkannya. Tetangga saya meminta Mba Ani untuk memanggil satpam untuk membawa alm. bapak ke mobilnya.

Setelah Mba Ani kembali dengan dua satpam, alm. bapak udah agak ngorok. Akhirnya alm. bapak digotong masuk ke mobil tetangga saya itu. Bapak dibaringkan di jok belakang. Kepalanya dipangku Mba Ani dan kakinya dipangku satpam.

Dalam perjalanan, Mba Ani berkali-kali bilang: "Pak, tahan ya, Pak. Istighfar, Pak. Astaghfirullaahal 'azhiim."

Tapi, ternyata perjalanan alm. bapak udah cukup sampai pada saat itu. Ga berapa lama setelah keluar kompleks rumah saya, kepala alm. bapak terkulai. Dia yang telah pergi .....

To be continued ...

26.6.08

Dia Yang Telah Pergi (2)

Jum'at, 20 Juni 2008, di Perjalanan Pulang Dari Bandung Ke Cinere

Di mobil, saya masih ketawa-ketawa bareng Mogi dan Alin. Saya tau mungkin mereka pengen menghibur saya. Emang siy kadang-kadang sepi banget suasana di mobil, biasanya saya pake buat bengong-bengong ga jelas. SMS mulai gencar masuk. Tangan saya ga lepas dari handphone.

Tiba-tiba saya kepikiran, "Mas Adhi udah tau belum ya?"

Saya coba telepon ke nomor Aussie abang saya (kebetulan abang saya lagi kerja di sana). Ga nyambung. Saya coba lagi untuk kedua kali. Ga nyambung juga. Akhirnya, saya sms kedua oom saya (dua-duanya adik alm. bapak), nitipin ibu dan minta tolong kabarin abang saya karena udah berkali-kali telepon ga bisa terus.

Di jalan, Alin dan Mogi berusaha terus mancing obrolan. Mungkin mereka berusaha biar pikiran saya beralih ke hal lain. Saya, Alin, dan Mogi terus ngebahas apapun, dari yang penting sampai ga penting, ketawa-ketawa. (Makasih banget, Gi, Lin. Lo berdua udah nemenin gue pulang ke rumah dan berusaha ngehibur gue.)

Jum'at, 20 Juni 2008, di Rumah Cinere

Mobil Mogi ga bisa sampe ke depan rumah karena di sana udah banyak kursi-kursi berderet rapih. Di atas deretan kursi juga udah ada tenda yang nutupin kursi-kursi itu biar ga keujanan. Beberapa orang keliatan duduk di situ. Saya, Alin, dan Mogi turun dari mobil, terus jalan ke rumah.

Di depan rumah saya ketemu ama Oom Tata, adik alm. bapak yang terakhir. Saya dipeluk ama oom saya itu. Saya cuma senyum sambil mata berkaca-kaca. Jalan masuk ke dalam pager, saya ketemu Pakde Don (kakak ipar alm. bapak) dan Oom Moel (adik ipar alm. bapak). Pakde dapet giliran meluk kedua, trus Oom Moel.

Oom Moel malah langsung ngegiring saya ke deket jenazah alm. bapak, trus dia bilang gini kayanya, "Mba, bapak meninggalnya bagus. Hari Jum'at, senyum. Insya Allah khusnul khotimah ya. Jangan histeris ya."

Lepas dari pelukan Oom Moel, belum sempet ngeliat jenazah alm. bapak yang ganteng pisan (heheh..), ibu ngedeketin saya dan langsung meluk sambil nangis. Saya cuma bisa bilang ke ibu, "Ibu yang sabar ya. Ikhlasin aja ya. Insya Allah bapak udah ditempatin di tempat terbaik sama Allah."

Setelah ibu melepas pelukannya, saya langsung ke kamar buat ganti baju. Masih sempet nemenin Alin ke toilet, trus ngiringin Alin ke Mogi yang lagi nunggu di luar. Setelah itu, baru saya ke dalam rumah lagi, nyalamin sodara-sodara sambil dipeluk (sumpah bosen banget ngalamin dipeluk sama orang-orang satu-satu, dibilangin biar sabar dan tabah). Dan seterusnya, sampe nemenin ibu makan, nyalamin para tamu yang baru dateng (termasuk Alin Marpaung, Nda, Ayu, Irin), mandiin bapak, dan baca yasin (ga sholat jenazah hari itu juga gara-gara masih 'dapet').

Waktu udah agak sepi dan di rumah tinggal Bude Jully (kakak alm. bapak), Oom Erie, dan Oom Tata, saya nemenin ibu di kamar, berusaha biar bisa tidur. Ibu masih ga bisa tidur, saya juga cuma bisa tidur 2 jam.

Sabtu, 21 Juni 2008, di Rumah Cinere

Saya bangun untuk mandi wajib. Ibu udah bangun duluan. Setelah mandi, saya langsung sholat subuh dan sholat jenazah.

Sekitar jam 7.00, tamu-tamu mulai dateng ke rumah. Ritual salaman, pelukan, ikut duka cita, ucapan sabar dan tabah, serta 'amplop' udah kaya cemilan aja gara-gara banyak banget. Terus terang saya agak males sebenernya ngejalanin semuanya. Sampai sekarang saya posting ini pun masih suka ada yang telepon, sms, bahkan dateng ke rumah.

Sekitar jam 9.00, rombongan dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) dateng ke rumah. Mereka mau ngejalanin semacam upacara pelepasan jenazah gitu. Isinya kaya doa, kesan terhadap alm bapak, dan pesan untuk semua yang ditinggalkan.

Sekitar jam 10.00 jenazah alm. bapak diiringi rombongan keluarga, teman dekat, dan rekan kerja almarhum di bawa ke Taman Pemakaman Umum (TPU) Tanah Kusir untuk dimakamkan. Sampai jam 11.00 di tanah kusir, jenazah langsung dikuburkan setelah sebelumnya diazankan oleh Oom Erie (emang sebaiknya abang saya, Mas Adhi, yang mengazankan, tapi dia baru bisa dateng sampai di rumah jam 22.00).

Setelah tiba di rumah lagi, keluarga saya masih menerima tamu-tamu yang berdatangan. Entah berapa kali ibu, Mas Adhi, saya, dan keluarga-keluarga saya lainnya mengulang cerita yang sama hingga saat posting ini ditulis. Cukup melelahkan sebenernya.

Setelah mendengar kisah dari orang-orang yang ada di tempat waktu detik-detik alm bapak ada di dunia, saya baru tau ceritanya gimana sebenernya alm. bapak berpulang.

To be continued ...

Dia Yang Telah Pergi (1)

Sori klo postingan kali ini agak-agak mellow. Saya masih mengenang salah satu anggota keluarga saya yang baru aja meninggal dunia. Berhubung saya bingung mau cerita ke siapa lagi. Sebenernya saya udah cerita ke beberapa orang, tapi masih kaya ada yang ganjel gitu. Sindrom introvert-kah? Wahahaha! Kurang tau juga saya.

Jum'at, 20 Juni 2008, di Bandung

Seperti biasa, saya berangkat jam 7.30 dari kos saya di daerah Dago menuju ke tempat magang (biasa disebut BCG - Bambang Consulting Group) di belakang Masjid Salman Jl. Ganesha. Saya sampe di BCG sekitar jam 8.00. Hari itu berjalan kaya biasanya sampe kira-kira jam 14.30.

Kebetulan saya sempet ke kamar kecil sebentar. Waktu saya balik ke ruangan, Mogi, salah satu temen yang ikut magang juga bilang, "Mit, tadi kayanya ada telepon deh."

Langsung saya ambil handphone saya di atas meja. Terlihat tulisan "1 missed call". Saya lihat ID/nomor penelepon, "Cinere". Sambil men-dial nomor ibu saya (saya mengira ibu saya yang telepon, saya terbiasa menelepon langsung ke handphone-nya daripada ke rumah), saya keluar ruangan. Percakapan antara saya dan ibu kira-kira kaya gini:

"Halo, Bu. Tadi telepon? Kenapa?"
"De', bapak di rumah sakit," ibu sambil nangis.
"Lho?! Kenapa?"
"Ga tau. Tadi ibu ditelepon suti (pembantu di rumah), terus kata satpam ibu dan anak-anak kalo bisa langsung ke rumah sakit."
"Jadi, aku perlu pulang bu?"
"Iya pulang dong, De'"
"Ya udah aku beres-beres dulu bentar yah. Trus aku langsung pulang."

Saya langsung beres-beres, masih nyantai kaya ga ada apa-apa. Kira-kira 5 menit setelah itu, saya ditelepon. Saya lihat handphone, "Cinere". Saya angkat, ternyata pembantu saya di rumah. Seinget saya, nada bicara Mba Suti ga kaya biasanya. Kedengeran sedih campur panik, pokoknya beneran ga jelas gitu lah. Kira-kira kaya gini obrolannya:

"Halo, Mba Mitha."
"Iya, Mba."
"Mba Mitha udah mau pulang?"
"Iya, Mba, saya udah mau pulang. Bapak kenapa, Mba?"
"Mba Mitha cepet pulang ya. Bapak sakit."
"Bapak sakit apa, Mba."
"Pokoknya Mba Mitha cepet pulang, ya."
"Ya udah, Mba, saya langsung pulang, ya."

Saya inget saya keluar ruangan bareng Adi, temen saya magang juga. Dia mau ke masjid buat sholat ashar. Perasaan saya udah mulai ga enak waktu itu. Udah ga jelas banget lah pokoknya. Waktu mau keluar nyari angkot itu, saya sempet ngobrol sama Adi, kira-kira kaya gini:

"Kok perasaan gue ga enak ya, Di? Gue takut bokap gue kenapa-kenapa, niy."
"Yaa.. doain aja, lah, Mit. Mudah-mudahan bokap lo ga apa-apa."
"Mudah-mudahan ya, Di."

Saya langsung berjalan menuju ke tempat angkot. Sambil jalan saya masih mikir saya mau balik ke kosan dulu atau langsung ke tempat travel. Akhirnya saya langsung ke tempat travel.
Di tempat travel, waktu saya tanya ke petugas travelnya, ternyata ga ada lagi seat yang kosong sampe jam 20.00. Mulai ga bisa mikir. Ga berapa lama, oom saya, adik cowonya bapak yang pertama, telepon. Kira-kira gini obrolannya:

"De', lagi di mana?"
"Ini, Oom udah mau pulang. Lagi di tempat travel."
"Oke deh. De', bapak udah ga ada, ya."
"Oh, iya, Oom."
"Ya udah gitu aja, ya, De'. Ditunggu di rumah, ya."
"Oke, Oom."

Saya langsung bengong, ga tau mau ngapain. Pertama saya sms Mogi dan Adi. Lanjut telepon Irin, salah satu temen deket saya. Trus sms Ayu juga. Akhirnya saya menerima tawaran Mogi buat nganterin pulang ke rumah. Sebenernya di menit-menit terakhir ada seat yang kosong, tapi saya pikir saya pulang bareng Mogi aja. Takut saya sendiri kenapa-kenapa di jalan. Maaf banget dan makasih banget ya, Mogi. Akhirnya, saya bertiga bareng Mogi dan Alin Harahap pulang ke rumah saya di Cinere, Depok.

To be continued ...

18.5.08

What John Mayer Says About Life

John Mayer is one of my favourite male singer. His songs have influenced me since about 4 years ago. He is like teaching me how to live in this world. Here are some lyrics from his songs that teach me about living in this messy world.

"They love to tell you 'stay inside the line'
But something's better on the other side"

This is from the song called "No Such Thing". In this world, many people love to live in their comfort zone. They, including myself, tend to be "stay inside the line" because they are affraid if "the other side" will bring unluck for them. But actually, sometimes there is another world outside "our world" that is better from "ours". And how can we get out from "our world" and have an excitement to live in "the outside world"? I think it's about a decision to make. We have to choose whether we'd rather choose the comfort zone or get some crazy challenges from "the outside world".

" 'Cause I wonder sometimes
About the outcome
Of a still verdictless life
Am I living it right?"

This comes from the song called "Why Georgia". This part usually makes me think about the outcome of what I have done, the impact to others, to the environment, whether people or the world will accept my behaviour or not. As the result, I try to do things right so it will bring the good things as outcomes, to another people or the environment.

"My stupid mouth
has got me in trouble
I said too much again"

This comes from the song called "My Stupid Mouth". Many people talks about everything without thinking whether it may have bad impacts or not for themselves, without counting whether what they say is true or false. This part make me rethink when I wanna say or write something.

"Scared of a world outside
You should go explore
Pull all the shades and
Wander the great indoors"

This is from the song called "The Great Indoors". Like my first quotation, this part encourages me to look outside "my own world" and try to live there too.

This song tells me to be the change agent in this world, although it means that we have to be in a system structure, for example government struture. It's not that we can't do anything if we stand at the distance, but it's kind of difficult to give a great impact to the society. But for me, I'll choose to stand outside the struture because actually it's not comfortable enough for me to be in a system structure. So, I'll just be a change agent for the little scoupe of my environment.

"Stop this train
I wanna get out and go home again
I can't take the speed
It's moving in
I know I can
But honestly will someone stop this train?"

This comes from the song called "Stop This Train". The word 'train' is an analogue for 'life'. This life goes out so fast that sometimes we can't ever imagine. Sometimes we feel tired in our life that we wanna get some rest. But we can't make it stop, right? So be it. But it does'nt mean that you can give up your life. Even you feel tired sometimes, don't take a rest too long because you will waste a lot of your time.

Well, I guess I'm done with John Mayer lyrics. Next time, I'll right down another lyrics from the others.

17.5.08

The Importance of TheSupporters' Existance

I have just watched The Indonesian Uber Cup (one of the world badminton competition) team played against China in the final. Well, based on the quality, the China players were much better than the Indonesian. But overall, I satisfy with the Indonesian team. The Indonesian players have shown great efforts in the final, even their stamina were not so good. Well done, Indonesia.

Although the Indonesian team was not predicted to be one of the finalists, the players could play at their best. I think one of the factors which can make a person/a team play well is the supporters. Indonesian supporters (who were Indonesian too) are one of the greatest supporters in the world (excluding football supporters of course). The Indonesian supporters always give their support to the team, develop the team's spirit, and encourage the team to win the game in positive ways. They make insidental banners, worn ribbons that were tied on their hands/heads, create creative taglines to be screamed in the middle of the game. I really like it. Those make the team's spirit go up so that they give everything to win the game.

I have just realized the importance of the supporters' existence in any kind of games. If there are supporters for a person/a team in a game, the person's/team's spirit can be developed. The player(s) will give their best effort to win the game with/without thinking about the result. Without the supporters' existence, the team may not have more spirit to win the game. The player(s)'s mentality can be going down.

I just talked to my friend who is the baskeball girl team's captain in our major in the university. She had to get through this day so bad. Actually perhaps it was because what she had been through the day before. Today she had to lead the team in semifinal phase against HMTL (environment engineering student organization). In that game, the MTI supporters didn't give all their effort to encourage the team. As the team captain, my friend didn't like it so much. She was angry and upset about why the supporters didn't act as what was expected. She couldn't accept it because she thought it would make the team enthusiastic. The team might not play well today. But thank God, fortunately the team could win the game.

So, you can see from the two examples above that the supporters existence in any kind of games is really important for a player(s). But to encourage the player(s), the supporters must not do the bad things, like do things that are related to racism, throw any kind of things to the opponent(s), insult the opponent(s), etc. If the supporters do the bad things, it will bring a disaster(s) for theirselves and for the player(s) too.

24.4.08

Mimpi

Pernah ga kalian mimpi akan suatu hal/kejadian yang pada suatu saat, entah itu langsung saat itu juga ataupun beberapa saat setelahnya, kejadian persis dengan mimpi kalian itu? Saya beberapa kali mengalami kejadian itu. Jadi semacam dejavu gitu deh. Yang saya bingung, emang bisa ya kejadian kaya gitu?

Ada beberapa teori tentang mimpi:

"Dalam suatu masyarakat peradaban, kita cenderung untuk menahan keinginan dan kata hati. Selama kita terjaga, keinginan dan kata hati itu tertahan oleh superego yang bertindak sebagai semacam sensor terhadap keinginan dan kata hati tersebut. Ketika kita tidur, kita berada di alam bawah sadar, di mana superego kita tidak dapat bereaksi seperti ketika kita terjaga. Akibatnya, alam bawah sadar ini akan 'mengeluarkan' keinginan dan kata hati kita ketika tidur dalam bentuk mimpi."

Kalau baca teori Freud ini, dia kaya' bilang manusia itu punya dua kepribadian yang berbeda antara ketika dia sadar dan ketika dia ga sadar. Freud juga kaya'nya bilang kalau tindakan dan perilaku manusia itu dikendalikan oleh alam bawah sadar.

Hmm.. kaya'nya kok aneh ya? Secara waktu kita terjaga itu ialah justru waktu di mana kita bisa mengendalikan semua tindakan dan perilaku kita. Hhhh.. Freud yang aneh..

"Mimpi itu bisa mengendalikan manusia ketika dia terjaga. Kalau kita bisa menginterpretasikan mimpi dengan baik, maka kita bakal bisa menyelesaikan masalah yang bakal kita hadapi nantinya."

Kaya'nya teori ini yang lebih sesuai buat saya dibanding teori mimpi Freud.

"Mimpi itu merupakan jendela manusia dengan alam bawah sadar, serta merupakan cara untuk berkomunikasi dan memperlajari alam bawah sadar manusia itu sendiri. Lewat mimpi, manusia seperti mendapatkan petunjuk mengenai solusi atas permasalahan yang dihadapi manusia ketika terjaga."

Hmm.. yang ini kaya'nya gabungan dari teorinya Freud dan Adler ya. Saya juga lebih setuju dengan teori ini dibandingkan dengan dua teori sebelumnya.

Selain-dari teori-teori tentang mimpi itu, ternyata ada juga cara menginterpretasikan mimpi yang kita alamin. Cara-caranya bisa diliat di http://library.thinkquest.org/11130/data/interpret/interpreting.html dan http://library.thinkquest.org/11130/data/interpret/symbolism.html.

Happy interpreting your own dreams! :)

22.4.08

Perpisahan

Judul di atas kayanya bikin semua pihak yang mengalaminya merasa sedih. Benar begitu?

Sebagian besar mungkin akan merasakan demikian. Gimana ga? Suatu perpisahan antara kedua hal atau lebih dapat berarti adanya jarak antara keduanya, baik perpisahan secara lahiriah saja maupun yang diikuti dengan perpisahan batiniah. Hal yang baik ialah ketika kita hanya mengalami perpisahan secara lahiriah. Hubungan antara pihak-pihak yang berpisah masih terjaga dengan baik.

Berdasarkan pengalaman saya, ada tiga macam perpisahan yang hanya bersifat lahiriah saja. Pertama, perpisahan macam ini ada pada hubungan jarak jauh, baik waktu masih dalam tahap pacaran ataupun waktu udah jadi keluarga. Biasanya perpisahan ini terjadi suatu hal yang mengharuskan mereka terpisah satu sama lain, misalnya pekerjaan. Emang sih pasti sedih banget kalau kita ngalamin kaya gini. Siapa sih yang tahan sama hubungan kaya gitu? Tapi syukurnya, perpisahan ini ga diiringi dengan perpisahan batiniah kalau emang masing-masing pihak saling berupaya menjaga hubungan yang udah terjalin itu.

Kedua, perpisahan di antara teman dekat. Perpisahan macam ini biasanya terjadi setelah masing-masing individu telah mengalami kelulusan dari suatu jenjang pendidikan atau pelatihan. Kebiasaan untuk menjadi dekat satu sama lain, apalagi kalau udah biasa jalan bareng, saling curhat, saling ngeledek, nyampah, dll, perpisahan ini menjadi salah satu hal yang paling berat banget dialamin oleh setiap orang. Tapi bagusnya, perpisahan ini juga ga diikuti dengan perpisahan batiniah karena masing-masing masih menjaga kontak satu sama lain, bisa lewat sms, telepon, e-mail, mailing list, janjian ketemuan, dsb.

Ketiga, putusnya suatu hubungan, baik ketiga masih dalam tahap pacaran ataupun ketika udah berkeluarga (cerai). Putus hubungan pacaran yang dimaksud di sini ialah putus setelah kedua pihak telah lama mengalami kondisi putus, yaitu ketika telah berhasil mengalami perpisahan batiniah di mana ga ada lagi rasa sayang sebagai pacar. Hal yang baik dari putusnya hubungan ini, baik pada tahap pacaran ataupun nikah (cerai), ialah perpisahan secara batiniah ga sepenuhnya terjadi karena alasan yang sama dengan perpisahan lahiriah jenis kedua. Dalam 'putus pacaran', kedua pihak tetap dapat berhubungan baik dalam batas-batas tertentu. Dalam perceraian, orang tua yang harus terpisah dari anaknya juga tetap berhubungan baik satu sama lain.

Namun, kadang kita mengalami bentuk perpisahan yang kedua, yaitu perpisahan lahiriah dan batiniah. Pada perpisahan jenis ini ga ada lagi kontak batin antara pihak-pihak yang berpisah.

Juga berdasarkan pengalaman, saya mencatat dua jenis perpisahan ini. Pertama, putus hubungan ketika masih pacaran. Perpisahan ini sebaiknya memang hanya terjadi secara lahiriah saja. Namun, saat keputusan 'putus' diambil karena hal-hal yang ga bisa banget ditolerir, perpisahan ini juga akan bersifat batiniah. Sangat disayangkan juga sebenernya karena jika bisa dilakukan, sebaiknya antara orang yang satu dengan orang yang lainnya tetap menjaga tapi silaturahim, kecuali jika salah satu pihak melakukan kesalahan fatal yang bener-bener sulit dimaafin. Tapi perpisahan ini juga akan tergolong baik jika masing-masing pihak cenderung saling melupakan agar ketika menjalin hubungan lagi dengan pihak lain, pihak lain itu tidak akan tersinggung karena merasa diduakan.

Kedua, perceraian antara suami-istri di mana bener-bener tidak ada kontak lagi antara dua pihak yang berpisah. Yang bikin sedih lagi ialah kalau perpisahan ini juga diikuti dengan perpisahan antara orang tua dengan anak-anaknya secara batiniah. Bisa dibilang salah satu orang tua akan melupakan anaknya, atau bisa juga anak-anaknya yang akan melupakan salah satu orang tua mereka. Perpisahan ini ialah perpisahan yang paling buruk di antara kelima jenis perpisahan yang telah dibahas, terutama jika terjadi antara anak dan salah satu orang tua. Biasanya hal ini akan berdampak psikis terhadap anak. Dampak psikis ini kadang bersifat kasat mata. Biasanya anak akan lebih berhati-hati dalam menjalin suatu hubungan, malah cenderung agak 'beda' dari hubungan-hubungan normal lainnya. 'Beda' yang saya maksud di sini kadang bener-bener ga normal, seperti kecenderungan buat ga bisa ga punya pacar. Hal ini bikin seseorang cenderung 'mengikat' beberapa orang di dekatnya (menduakan, menigakan, dst.) Jahat emang, tapi emang kadang dampak psikisnya akan kaya gitu.

Terlepas dari macam-macam perpisahan tersebut di atas, hendaknya setiap pihak yang mengalami perpisahan bisa menyikapi perpisahan itu dengan baik dan tidak berlebihan. Yang saya maksud ialah perpisahan ini hanya terjadi secara lahiriah, tidak diiringi oleh perpisahan batiniah. Gimana pun juga, yang namanya perpisahan lahiriah dan juga batiniah suatu saat akan membawa dampak yang kurang baik bagi pihak-pihak yang berpisah. Jadi sebaiknya perpisahan jenis ini tidak sekalipun terjadi dalam hidup kita. Kalaupun udah kejadian, usahain biar dampak negatifnya tidak terlalu besar bagi pihak-pihak yang berpisah.

7.4.08

Aku berlari ...

Aku berlari
Mengejar matahari
Sedetik ... dua detik ...
Sehari ...
Setahun ...
Satu dasawarsa ...
Tak dapat kujangkau
Kukembali

Aku berlari
Mengejar bintang
Sedetik ... dua detik ...
Sehari ...
Setahun ...
Satu dasawarsa ...
Tak pula dapat kuraih
Kukembali

Aku berlari
Mengejar bulan
Sedetik ... dua detik ...
Sehari ...
Setahun ...
Satu dasawarsa ...
Tetap tak sampai tanganku
Haruskah kukembali lagi?

Harus!
Tak 'kan habis waktu
Tak 'kan habis tenaga
Tak 'kan habis harta benda
Dengan cuma-cuma

Mengapa?
Hikmah ...
Pelajaran ...
Manfaat ...
Melimpah dalam jenjang waktu itu
Satu detik ... dua detik ...
Sehari ...
Setahun ...
Satu dasawarsa ...
Tak 'kan terbuang cuma-cuma

22.3.08

Membuang Sampah Sembarangan

Suatu hari, sebuah mobil melintas di Jalan T. B. Simatupang menuju ke arah Arteri Cilandak. Mobil itu dikemudikan oleh seorang laki-laki yang berkendara bersama istri dan kedua anaknya yang masih duduk di sekolah dasar.

Istri laki-laki itu tiba-tiba menekan tombol jendela otomatis ke bawah dengan telunjuk kirinya. Setelah jendela mobil bagian kiri depan terbuka, perempuan itu mengulurkan tangan kirinya, yang menggenggam segumpal tisu, keluar jendela. Sesaat kemudian, gumpalan tisu itu terlepas dari genggamannya. Perempuan itu pun segera menekan tombol jendela otomatis ke atas dengan telunjuk kirinya.

Melihat hal tersebut, anak perempuan yang duduk di belakang ayahnya bertanya kepada ibunya, "Mama kok buang sampah sembarangan?"

"Di mobil 'kan gak ada tempat sampah, Dik," jawab ibunya.

"Tapi 'kan kata pak guru di sekolah, kita gak boleh buang sampah sembarangan," kakak laki-laki dari anak perempuan tadi langsung menimpali jawaban ibunya.

Ayah mereka pun sedikit melirik ke arah istrinya, seolah-olah berkata, "Mama sih, pake buang sampah keluar segala. Jadi aja ..."

Perempuan itu segera menyadari lirikan mata suaminya, seakan menjawab, "Mana Mama tau kalau akan ditanya begitu sama anak-anak?!"

Kemudian, perempuan itu segera menjawab pertanyaan anak laki-lakinya, "Kalau tisu itu kena air, nanti 'kan hilang sendiri. Jadi, gak apa-apa kalau buang tisu keluar jendela."

"Tapi 'kan sampah yang dibuang sembarangan bisa bikin orang sakit, Ma," sanggah anak laki-lakinya lagi.

Kali ini ayahnya yang menjawab, "Kalau tisunya udah hilang 'kan gak bakal bikin penyakit lagi."

Setelah jawaban ayahnya itu, kedua anak itu pun tidak bersuara lagi. Mereka tidak menemukan alasan untuk membantah argumen kedua orang tuanya.

Anak laki-laki mengepalkan tangan kanannya. Ia merasa kesal karena tidak menemukan alasan yang tepat untuk membantah pendapat kedua orang tuanya. Padahal, ia tahu kalau perbuatan mereka salah.

Hukum ... Adakah hukum yang mengatur tentang pembuangan sampah yang tidak pada tempatnya? Sebenarnya saya sendiri kurang tau tentang hal ini. Namun, dari hasil pencarian saya melalui search engine-nya Yahoo!, diperoleh tiga pasal berikut yang mungkin berhubungan dengan 'pembuangan sampah yang tidak pada tempatnya'.

Pertama, UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 6 Ayat 1: "Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup." (kabarntt.blogspot.com/2007_11_25_archive.html)

Kedua, Amandemen UUD 1945 Pasal 28H Ayat 1: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.” (http://www.blogger.com/www.walhi.or.id/kampanye/psda/070627_bln_lingk_walhi_und)

Ketiga, Sleman - Peraturan Daerah No 10 Tahun 2001 Pasal 8: "Setiap orang atau badan dilarang membuang sampah di jalan umum, tempat umum, selokan, parit, taman dan halaman orang lain. Setiap orang atau badan dilarang membakar sampah di tempat yang berjarak kurang 5 meter dari bangunan, di tempat yang dapat mengganggu kegiatan manusia atau mengakibatkan pencemaran udara.” (http://slemankab.go.id/hukum/?hal=detail_berita.php&id=453)

Kalau membaca ketiga pasal tersebut di atas, rasanya saya sendiri dapat menyimpulkan kalau kita TIDAK DIBENARKAN MEMBUANG SAMPAH DI SEMBARANG TEMPAT. Tapi ini menurut saya lho. Saya ga tau kalau menurut pendapat orang lain. :)

16.3.08

With a little help from my friend

(A song sung by The Beatles. I think the lyric is quite good enough to be thought. So, I write it down here.)

What would you think if I sang out of tune?

Would you stand up and walk out on me?
Lend me your ears and I'll sing you a song
And I'll try not to sing out of key

Ooh.. I get by with little help from my friend

Mmm.. I get high with little help from my friend
Mmm.. gonna try little help from my friend

What do I do when my love is away?

(Does it worry you to be alone?)
How do I feel by the end of the day?
(Are you sad because you're on your own?)

No, I get by with little help from my friend

Mmm.. I get high with little help from my friend
Mmm.. gonna try little help from my friend

Do you need anybody?

I need somebody to love
Could it be anybody?
I want somebody to love

Would you believe in a love at first sight?

Yes I'm certain that it happens all the time
What do you see when you turn out the light?
I can't tell you but I know it's mine

Ooh.. I get by with little help from my friend

Mmm.. I get high with little help from my friend
Mmm.. gonna try little help from my friend

13.3.08

Pramoedya Ananta Toer

I don't know why, suddenly I just want to write about one of the greatest Indonesian author, Pramoedya Ananta Toer. His life was so full of intrigues.

Born on 6th February 1925, Pramoedya faced many difficulties in his own country. He joined 'Lekra' (a left-wing writers' group). That was the moment he started to develop his socialist mind (not communist). His writings were banned in Indonesia. He wrote some stories about politic situations in Indonesia, from colonial government period to the era of Soeharto precidency. The early two presidents (Soekarno and Soeharto) disliked his political view. In the era of Soeharto precidency, Pramoedya was imprisoned without no trial of course. Here are some reasons of why he was imprisoned:
  • His support for Soekarno
  • His criticism of the pre-Suharto Army, especially it's 1959 decree stating that no Chinese merchants were allowed to conduct businesses in several rural areas
  • His articles, collected as a book under the title Hoa Kiau di Indonesia (Overseas Chinese in Indonesia). In these pamphlets, he criticized the army’s way of dealing with "the Chinese problem

From behind the bars, he wrote the sensational series called The Buru Quartet, which consists of four titles: This Earth of Mankind, Child of All Nations, Footsteps, and House of Glass. The series tells about a man from a well-known family (what is the English for 'anak bupati') in a region in Java Island (I forget the the region name) and his life in colonial government period, how he survives from many government forces, and the women among him. For many years, The Buru Quartet series are forbidden to be copied all around Indonesia for a long time. But, the series are published outside Indonesia, translated by Max Lane. A few years from now, these series can be possessed and can be read by anybody without an exception.

I wonder why this great man was disliked by his own country government, whereas his writings almost got noble prizes. Because he is a socialist? Because of his writings that can 'kill' many people, especially in Indonesia? Pramoedya has written many stories in his life. Unfortunately, some of the writings were taken from him, then were destroyed or had been lost deliberately. The former governments thought that if the Indonesian found their mistakes by reading his stories, then perhaps many of them has been in jail for a long time. Indonesia too may be more peaceful (who knows?). But this is Indonesia, a country with no rules to be implemented.

References:

http://en.wikipedia.org/wiki/Pramoedya_Ananta_Toer

http://myhero.com/myhero/hero.asp?hero=pa_toer

11.3.08

Kedewasaan, Dewasa, Karakter

Apa ya yang dimaksud dengan kedewasaan itu? Kedewasaan berasal dari kata dewasa. Menurut Islam, orang yang udah mencapai usia baligh dapat dibilang udah dewasa. Baligh ialah kondisi di mana seseorang telah mengalami perubahan biologis sehingga dirinya dapat dibilang bukan anak-anak. Pada laki-laki, perubahan ini ditandai dengan berubahnya suara jadi nge-bass dan mimpi, sedangkan pada perempuan dengan munculnya menstruasi. Menurut Islam juga, orang yang udah dewasa secara biologis ini harusnya udah bisa membedakan mana yang bener dan mana yang salah.

Kalo kedewasaan jadi apa ya? Kalo kata wikipedia versi Inggris, kedewasaan itu menunjukkan kalo seseorang bisa menanggapi keadaan atau lingkungan tertentu dengan perilaku yang sesuai. Intinya mah orang itu bisa menyikapi keadaan atau lingkungan di sekitarnya dengan baik, tau kapan waktunya buat serius dan kapan bisa ga serius, dll. Dan setelah gue search juga, ternyata di Jepang ada aja gitu Hari Kedewasaan, dijadiin hari libur resmi, setiap hari senin minggu kedua bulan Januari.

Kedewasaan seseorang biasanya ga cuma dinilai ama dirinya sendiri. Kenapa? Kalo gitu mah berarti ga objektif donk. Belum tentu orang lain menilai dia dewasa. Jadi kalo seseorang berpendapat dia udah dewasa, sedangkan orang lain bilang belum, ya berarti orang itu mungkin aja belum sedewasa yang dia kira.

Jadi, kapan seseorang bisa disebut dewasa? Saat orang itu tau apa yang harus dia perbuat waktu mengahadapi suatu hal, bukan apa yang bisa dia perbuat. Misalnya, kalo seorang remaja tiba-tiba keabisan duit, dia pasti bakal minta duit ke orang tuanya. Bedanya ialah remaja yang dewasa ga akan meminta dengan merengek-rengek ke orang tuanya. Kalo misalnya ga dikasih atau belum dikasih saat itu, dia mungkin akan berpikir kalo mungkin dia emang boros banget jadi duit jajannya abis, atau mungkin orang tuanya belum punya uang lagi untuk ngasih uang jajan, dan berbagai alasan lainnya. Kalo remaja yang belum dewasa mungkin bakal merengek-rengek ke orang tuanya, trus kalo ga dikasih bakal ngambek sampe masuk kamar dan dikunci dari dalem. Sooooo childish!

Berhubungan dengan postingan sebelumnya (Wisuda 8 Maret 2008), gara2 ada temen yang comment, jadi kepikiran. Kalo gue ngerasa lebih nyaman bergaul ama temen-temen kuliah daripada temen sekolah (dalam hal ini SMA), apa iya karena waktu nginjek masa kuliah seseorang lebih dewasa dari masa-masa sebelumnya? People change, but characters can't be changed easily. Jadi, kayanya ga cuma sekedar itu teman. Mungkin lebih ke karakter orang-orangnya yang emang udah dibangun dari jaman waktu seseorang lahir di dunia ini. Ga tau juga siy. Gue kurang ngerti masalah kaya gini. Kadang pengen juga gue mendalami ilmu yang berhubungan dengan personal orang. Belum kesampean aja.

Berhubungan juga ama postingan sebelumnya (Change another person into 'a good one'), karakter seseorang emang udah susah dirubah. Sebelum merubah orang lain, kita harus ngaca dulu dan menilai apakah diri kita udah sesuai ama standard kelakuan baik kita sendiri. Kalo belum ya jangan coba-coba buat merubah orang lain karena bakalan percuma aja. Dan sama dengan kedewasaan, karakter juga hanya bisa dinilai lewat kaca mata orang lain. So, ada untungnya juga manusia harus jadi makhluk sosial karena kalo ga gitu dia ga akan bisa nilai dirinya sendiri.