1.2.09

Kisah Bu Rina, Rani, dan Mbok Inah

"Inaaaaaah!" Rani berteriak memanggil pembantu rumahnya yang sudah berusia paruh baya.

Mbok Inah yang sedang memasak di dapur ternyata tidak mendengar teriakan anak kecil berumur 6 tahun itu.

Tak lama kemudian Rani memanggil lagi, kali ini lebih kencang, "Inaaaaaaaaaaaaaaaah!"

Kali ini Mbok Inah mendengar Rani memanggilnya dan menyahut, "Iya, Neng.. sebentar."

Mbok Inah berlari tergopoh-gopoh menghampiri anak majikannya itu.

"Ada apa, toh, Neng?" Mbok Inah bertanya kepada Rani sambil tersenyum.

"Pakein sepatu!" Rani menyuruh Mbok Inah sambil berteriak.

"Iya, Neng," jawab Mbok Inah, masih dengan wajah tersenyum.

Dengan sabar, Mbok Inah memakaikan sepasang sepatu hitam bertali ke kedua kaki Rani yang tidak berhenti bergoyang. Ia tampak kesusahan mengikatkan tali sepatu itu dengan benar. Pekerjaan yang seharusnya dapat dilakukan tidak lebih dari 5 menit menjadi lebih lama 5 menit pula.

Karena tidak sabar, Rani pun menghardik Mbok Inah, "Lama banget, sih, Nah!"

Mbok Inah, masih berusaha tersenyum, menjawab, "Kalau kaki Neng Rani ga' goyang-goyang pasti bisa lebih cepet, deh."

Namun, bukannya berhenti, goyangan kaki Rani malah menjadi lebih kencang.

Melihat kejadian itu, Bu Rina menghampiri anak perempuannya dan Mbok Inah.

"Mbok," kata Bu Rina, "Sudah, Mbok, biar saya aja yang memakaikan sepatu Rani. Mbok lanjutin aja masak di dapurnya."

"Iya, Bu," jawab Mbok Inah patuh.

Bu Rina mendekati anak perempuan satu-satunya itu, kemudian duduk bersimpuh di depannya dan mulai membuat bentuk pita dari tali sepatu anaknya itu.

"Rani, di sekolah diajarin teriak-teriak ga sama bu guru?" tanya Bu Rina pada anaknya.

Rani menjawab pertanyaan ibunya, "Nggak, Bu."

"Terus, Rani belajar teriak-teriak kaya tadi dari mana kalau begitu?"

Ditanya seperti itu, Rani bukannya menjawab malah menundukkan kepalanya. Dalam hatinya langsung timbul rasa bersalah.

"Rani salah ya, Bu?" tanya Rani kemudian sambil tetap menundukkan kepalanya.

Bu Rina menyunggingkan bibirnya, kemudian berkata, "Rani, kalau memanggil orang lain itu harus sopan, apalagi orang yang lebih tua. Jangan teriak-teriak kaya tadi."

"Tapi tadi Inah, kan, nggak denger waktu Rani panggil."

"Tapi nggak berarti harus teriak-teriak, kan? Rani, kan, bisa nyamperin Mbok Inah ke dapur."

Kali ini Rani mendongakkan kepalanya untuk menatap ibunya sambil tersenyum dan berkata, "Maafin Rani, ya, Bu. Lain kali Rani bakal ngelakuin apa kata ibu, deh."

"Nah, gitu dong," kata Bu Rina sambil mengelus-elus kepala Rani. "Itu baru namanya anak Ibu."

Rani langsung memeluk ibunya, kemudian berkata lagi, "Maafin Rani, ya, Bu."

"Iya, Nak, nggak apa-apa. Satu lagi, Rani. Kalau memanggil Mbok Inah juga jangan cuma namanya aja. Panggil 'Mbok Inah' lebih baik, Nak."

"Kenapa, Bu, emangnya?"

"Karena Mbok Inah jauh lebih tua daripada Rani. Ibu juga kalau manggil pake sebutan 'Mbok'. Lebih sopan, Nak."
"Iya, Bu. Mulai sekarang Rani bakal manggil Mbok Inah dengan panggilan 'Mbok Inah'."

Bu Rina tersenyum lebar sambil mengelus-elus kepala anaknya. Kemudian, ia mencium kening anaknya itu, lalu memeluknya. Rani pun membalas dengan pelukan yang erat.

No comments: